presiden milik semua rakyat vs presiden juga ketua umum parpol.
BACA JUGA:Tantangan Kabinet Prabowo Pasca Kemenangan Trump
BACA JUGA:Pemerintahan Prabowo Tidak Bisa Langsung Kerja
Sikap netral vs memihak calon yang dijagokan.
Sistem presidensial yang kita anut memang memberikan kekuasaan luar biasa kepada presiden. Tak hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Tetapi, juga panglima tertinggi TNI.
RI-1 juga memiliki hak prerogatif wilayah hukum memberikan grasi, abolisi, amnesti, dan rehabilitasi.
Bahkan, di era Presiden Jokowi, KPK ikut ”dilarutkan” dalam rezim eksekutif. Para pegawai KPK dijadikan ASN. Sudah menjadi rahasia umum, KPK juga dipengaruhi istana.
BACA JUGA:Asta Brata untuk El Senor Presidente Prabowo Subianto
BACA JUGA:Optimisme Kebijakan Ekonomi Kabinet Prabowo-Gibran
Seabrek jabatan dan otoritas yang dimiliki itu selalu melekat pada sosok presiden. Saat presiden menyatakan aktivitas di hari libur pun, tetap saja sulit dipisahkan dari berbagai jabatan itu.
Presiden yang sedang berlibur sekalipun, bila situasi tidak baik-baik saja, bisa memanggil panglima TNI, kapolri, dan para menterinya.
Begitu luasnya rentang kekuasaan presiden, Jokowi sebagai seorang kepala pemerintahan telah banyak melakukan hal positif. Misalnya, mampu menahan laju inflasi dan hilirisasi berbagai mineral tambang. Itulah yang menjadi materi sanjungan para pendukungnya.
Namun, sebagai kepala negara, Jokowi banjir kritik. Banjir protes. Kepala negara seharusnya menjaga konstitusi dan alat negara. Tapi, para pengkritik menganggap Jokowi membiarkan putranya menjadi cawapres lewat putusan MK yang melanggar etika.
BACA JUGA:Meneroka Kebijakan Luar Negeri Prabowo (1): Strategi dan Arah Kebijakan
BACA JUGA:Meneroka Kebijakan Luar Negeri Prabowo (2-Habis): Implikasi dan Tantangan
Di era Jokowi juga, sebagian publik meragukan netralitas alat negara dalam pilpres lalu.