HARIAN DISWAY - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengusulkan agar pemerintah untuk tidak terburu-buru menghapus sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menyatakan bahwa meskipun PPDB zonasi memiliki kekurangan, sistem ini pada dasarnya bertujuan baik.
"Pernyataan Wapres Gibran Rakabuming Raka yang meminta PPDB Zonasi dihapus kesannya tergesa-gesa dan reaksioner," ungkap Koordinator Nasional P2G, Satriawan Salim dari rilis, dikutip Sabtu, 23 November 2024.
BACA JUGA:Wapres RI Gibran Minta Mendikdasmen Hapus Sistem Zonasi
P2G berharap pemerintah pusat tidak asal menghapus PPDB Zonasi tanpa ada kajian akademik yang objektif dan partisipasi publik yang bermakna.
Satriwan mengingatkan agar penghapusan sistem PPDB secara mendadak tidak menyebabkan sejumlah persoalan lain.
Misalnya peningkatan angka putus sekolah, munculnya kembali stratifikasi sekolah, membengkaknya biaya pendidikan di sekolah swasta, dan semakin tertinggalnya anak-anak dari keluarga miskin.
Menurutnya, tujuan awal sistem PPDB Zonasi sangat baik. Yakni untuk menciptakan pemerataan kualitas dan akses pendidikan, mendekatkan siswa ke sekolah, serta memberikan afirmasi bagi anak-anak kurang mampu.
Tetapi, setelah tujuh tahun, masalah yang sama masih terus muncul. Masalah tersebut antara lain ketidakseimbangan distribusi sekolah negeri di berbagai wilayah Indonesia.
Termasuk pelaksanaan PPDB yang tidak didasarkan pada analisis demografis siswa maupun akses geografis rumah ke sekolah, manipulasi KK demi masuk sekolah favorit, praktik pungli, serta intervensi dalam penerimaan siswa.
BACA JUGA:Pemkot Surabaya Usul UN Diberlakukan Lagi dan Kuota Zonasi Dikurangi, Setuju?
BACA JUGA:7 Tahun PPDB Penuh Masalah, DPR Minta Pemerintahan Baru Hapus Sistem Zonasi
Selain itu, sistem ini belum berhasil mewujudkan pemerataan kualitas sekolah secara nasional seperti yang diharapkan sebelumnya.
"Sejauh ini, kami dari P2G tidak melihat Mendikdasmen Abdul Mu'ti sudah melakukan kajian dan pelibatan publik dalam diskusi yang mengundang semua unsur pemangku kepentingan pendidikan seperti organisasi pendidikan, organisasi guru, akademisi, kampus LPTK, dan orangtua murid," ujarnya.