Setelah kejadian itu, Bung Tomo bertemu dengan Sulistina. Sosok perempuan yang mendampingi Bung Tomo semasa hidupnya.
Dengan instrumen-instrumen ceria, Bung Tomo bertemu sang kekasih hati. Suara teriakan penonton menggema saat Bung Tomo dan Sulistina berkencan.
Aksi teatikal kolosal itu berakhir dengan meriah. Sutradara Bung Tomo Pandu Garuda, Agung Kasas mengapresiasi keberhasilan aksi tersebut.
"Meski ada insiden kecil Bung Tomo Pandu Garuda sudah sesuai dengan hasil latihan kami selama berbulan-bulan," ucapnya.
Agung mengungkap bahwa teatrikal tersebut tidak ingin jadi sekadar pementasan. Tetapi juga pengingat dan penggugah semangat kepahlawanan Bung Tomo.
Sehingga di sesi-sesi latihan ia meminta seluruh pemeran untuk mempelajari kisah perjuangan Bung Tomo.
BACA JUGA:Ayo Ramaikan! Bakal Ada Tiga Aksi Teatrikal Perang di Parade Juang 2023
BACA JUGA:Teatrikal Perobekan Bendera Satukan Komunitas-Komunitas Seni di Surabaya
"Sebelum memasuki proses reading saya meminta pemeran untuk mencari informasi tentang Bung Tomo lewat literatur-literatur yang ada," lanjutnya.
Sehingga visi yang ia ramu bersama penulis naskah sekaligus skenografi, Hari Lentho, bisa tersampaikan.
Kemudian mereka bisa memerankan karakternya dengan sepenuh jiwa.
Heri mengatakan, untuk mendapatkan rasa itu harus menempuh riset yang sangat mendalam. Mulai dari buku-buku biografi, jurnal ilmiah, hingga mewawancarai anak Bung Tomo, Bambang Sulistomo.
"Setelah jadi, naskah itu dibaca oleh Pak Bambang. Sampai 3 kali. Dan itu membuatnya menangis karena nostalgia," ucapnya.
Bahkan, beberapa peristiwa yang jarang disorot mendapatkan perhatian Heri. Lalu ia masukkan dalam adegan teatrikal itu.
Seperti konfrontasinya dengan Sumarsono, dulu pihak Belanda ingin mengaburkan dan mencoreng nama baik Bung Tomo.
Bung Tomo difitnah memimpin pemberontakan dan pembantaian. Padahal, kenyataannya, justru Bung Tomo yang mau dibunuh kala itu. (*)