Oleh karena itu, dalam setiap suksesi kekuasaan, pasti akan terjadi gesekan, perbedaan, maupun menggugah potensi konflik sosial, baik yang manifest maupun laten.
Atas kondisi itu, maka berakhirnya pilkada politik lokal, saatnya dirajut kembali harmonisasi sosial dengan semangat ”rekonsilisasi” politik.
Rekonsiliasi yang dari kelahirannya dalam masyarakat Yunani disebut ”katallasso” yang berarti mendamaikan kembali, menghapus permusuhan, dan meniadakan kesalahan. Yang dalam masyarakat Indonesia disebut saatnya dirajut kembali ”silaturahmi”.
Semangat silaturahmi para kontestan pilkada itu sangat penting ditunjukkan ke masyarakat agar suasana kekeluargaan kembali akur dan harmonis. Bukan malah sebaliknya, masyarakat diajak berkonflik berkepanjangan, hanya untuk memenuhi hasrat nafsu dan ambisi pribadi pemimpin.
Lihatlah, masyarakat yang sudah susah payah dalam memenuhi hajat hidupnya masih harus menanggung konflik sosial akibat ulah pemimpinnya.
Lalu, apa untungnya bagi masyarakat? Kalaupun masyarakat dapat keuntungan dari pilkada ini, mungkin hanya Rp 50 ribu sampai dengan Rp 100 ribu akibat money politics yang dilancarkan calon gubernur/bupati/wali kota beserta tim suksesnya.
Kasian sekali jika harus ikut-ikutan konflik sosial, yang merusak silaturahmi masyarakat, yang selama ini tumbuh dengan damainya.
PENGABDIAN POLITIK
Sesuai hasil penelitian The Republic Institute, sebuah lembaga nirlaba yang saya pimpin sendiri. Telah menyelesaikan risetnya di Jawa Timur dan Riau, bersamaan dengan pelaksanaan pilkada serentak 2024 ini.
Hasilnya sungguh mengejutkan. Setidaknya ada lima prioritas isu politik yang harus segera ditangani siapa pun pemimpin yang terpilih dalam pilkada ini.
Pertama, memastikan harga kebutuhan pokok terjangkau (33,2%).
Kedua, cari pekerjaan lebih mudah (20,2%).
Ketiga, kebutuhan pupuk terjangkau dan menjamin ketersediaan (14,9%).
Keempat, perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan poros desa (12,6%).
Kelima, stabilitas harga jual panen pertanian dan perkebunan (7,3%).
Melihat data riset soal isu politik di atas, pemimpin yang terpilih sebagai gubernur, bupati, dan wali kota harus segera menyudahi euforia politiknya.