Pasukan TNI Menjaga Kejaksaan: Antara Spekulasi Politik dan Langkah Keamanan yang Sah

ILUSTRASI Pasukan TNI Menjaga Kejaksaan: Antara Spekulasi Politik dan Langkah Keamanan yang Sah.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
DALAM beberapa waktu terakhir, publik di Indonesia disuguhi fenomena yang jarang terjadi. Yaitu, pengerahan besar-besaran pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di sekitar gedung Kejaksaan Agung.
Langkah itu menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat, mulai dukungan atas langkah pengamanan hingga spekulasi terkait motif politik di balik pengerahan pasukan militer tersebut.
Menurut Kompas (2024), pengerahan pasukan militer itu merupakan respons atas ancaman gangguan keamanan yang dinilai cukup serius, terutama menyusul kasus-kasus hukum yang menyangkut pejabat tinggi negara dan tokoh politik yang sedang dalam proses penyidikan.
BACA JUGA:Puan Maharani Minta TNI Jelaskan Pengamanan di Kejaksaan demi Hindari Kesalahpahaman
BACA JUGA:TNI Tembak Mati 18 Anggota OPM dalam Operasi di Intan Jaya
Namun, berbagai pihak mempertanyakan apakah langkah itu benar-benar berlandaskan alasan keamanan yang sah atau justru sarana politisasi oleh kekuatan tertentu.
Sebagai institusi pertahanan negara, TNI memiliki peran utama dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional. Namun, keterlibatan TNI dalam pengamanan internal lembaga penegak hukum, seperti kejaksaan, harus ditelaah secara saksama dalam perspektif hukum dan demokrasi.
LANDASAN HUKUM PENGERAHAN TNI DALAM PENGAMANAN INTERNAL
Dalam sistem demokrasi dan konstitusional di Indonesia, peran TNI dalam urusan keamanan dalam negeri diatur secara ketat.
BACA JUGA:Bukan Pemulung! Keluarga Korban Ledakan Garut Sebut Sudah 10 Tahun Kerja Bersama TNI
BACA JUGA:TNI dan BNN Musnahkan Ladang Ganja Seluas Tiga Hektare di Gayo
Berdasar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, TNI berfungsi menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari ancaman militer dan nonmiliter.
Namun, pengamanan institusi penegak hukum, termasuk kejaksaan, lebih tepat menjadi tanggung jawab Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Ahli hukum tata negara Mahfud MD dalam bukunya, Hukum dan Demokrasi di Indonesia (2022), menegaskan bahwa penggunaan kekuatan militer di ranah sipil harus dihindari, kecuali dalam kondisi darurat yang sangat jelas dan berdasar pada hukum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: