“Komponen pendorong dari PDB dan PDRB adalah konsumsi. Jadi, negara besar atau provinsi besar seperti Jawa Timur PDB yang PDRB-nya besar itu dari konsumsi. Jadi walau tidak besar, dari segi konsumsi dari masyarakat saja itu menjadi jaminan,” ucapnya.
BAHAN POKOK seperti beras ini akan teetap stabil konsuminya Tampak pedagang di Pasar Keputran, Fadilah, merapikan beras yang dijual di lapakknya, Senin, 16 Desember 2024.-Boy Slamet-
Sehingga, kebijakan pemerintah untuk melakukan subsidi kepada masyarakat sangat berdampak positif. Sebab, walau pendapatannya tetap, masyarakat akan merasakan manfaat besar ketika mendapat subsidi dari kebijakan yang dibuat pemerintah itu.
Apalagi, menurutnya, ada fenomena unik di Indonesia. Saat masyarakat berpenghasilan tinggi, mereka akan melihat barang mahal sebagai sesuatu yang mewah. Barang itu akan semakin diburu. Sebab, itu bisa menjadi kebanggaan.
Berbeda dengan sembako. Komoditas masuk dalam kategori inelastis. Walaupun harga turun, masyarakat tidak akan jor-joran untuk memborong barang-barang itu. “Karena kebutuhan pangan kita ya gitu-gitu saja,” terangnya.
Berbeda dengan barang mewah. Itu, menurutnya, adalah barang elastis. Turun sedikit saja, masyarakat pasti akan berbondong-bondong untuk datang membeli. Karena itu, subsidi menjadi cara pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat agar tidak turun karena adanya kenaikan PPN 12 persen.
BACA JUGA:Wakil Ketua DPR: UMKM Tidak Perlu Takut dengan Kenaikan PPN
BACA JUGA:PPN 12 Persen Berlaku Mulai 1 Januari 2025, Sementara untuk Barang Mewah
Ia berpendapat, pemerintah bisa jadi sudah mempelajari kebiasaan masyarakat Indonesia. Bahwa, hukum elastisitas itu tidak berlaku. “Semakin dinaikkan harga barang, semakin di-elite-kan, masyarakat semakin memburu barang itu untuk membeli,” ungkapnya.
Pun menurutnya, masyarakat kelas menengah saat ini sudah mulai suka membeli barang mewah. Sehingga, pemerintah ingin memanfaatkan sebagai sumber pendapatan pajak negara.
“PPN 12 persen memang menurunkan animo masyarakat pendapatan untuk belanja barang mewah. Namun di sisi lain, itu adalah potensi pajak yang pasti bisa didapat pemerintah dari kelas menengah ke atas,” terangnya.
Sehingga, ketika semua paket kebijakan ekonomi itu betul-betul direalisasikan dengan baik, perekonomian Indonesia akan terus naik. Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terjaga. Hingga kuartal III/2024, pertumbuhan ekonomi di Tanah Air sebesar Rp 5,03 persen.
Sementara itu, inflasi pada November 2024 sebesar 1,55 persen. Konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang ekonomi Indonesia lebih dari 50 persen. Angka itu diharapkan tumbuh di atas lima persen.
“Saya memperkirakan, ekonomi Indonesia 2025 akan naik lagi 1 persen dari pertumbuhan ekonomi saat ini. Artinya, berpotensi bisa menjadi enam persen,” ungkapnya. (*)