Dengan menghubungkan pemikiran Honneth dan Giddens, kita dapat lebih memahami bagaimana media sosial berperan penting dalam membentuk identitas dan dinamika sosial serta bagaimana individu berusaha mendapatkan pengakuan secara digital di dunia maya, yaitu media sosial.
Fenomena itu dipengaruhi kemajuan teknologi dan perubahan budaya yang pesat, memunculkan tantangan baru bagaimana cara kita memahami hubungan sosial dan identitas di era modern ini.
REKOGNISI DAN AKTUALISASI DIRI DALAM MEDIA SOSIAL: PERSPEKTIF HONNETH
Fenomena aktualisasi diri pengguna media sosial dapat dikaitkan dengan gagasan Axel Honneth tentang pentingnya rekognisi atau pengakuan akan eksistensi subjek dalam komunitas sosial.
Dalam konteks media sosial, platform-platform digital seperti Instagram, Twitter, dan TikTok sering kali menjadi ruang alternatif bagi individu untuk memperoleh pengakuan yang mungkin tidak mereka dapatkan di dunia nyata.
Menurut Honneth (2009), pengakuan merupakan kebutuhan dasar. Tanpa pengakuan, individu sulit merealisasikan dirinya. Itu berpotensi menghambat perkembangan personal maupun sosial.
Axel Honneth menyatakan bahwa pengakuan terhadap eksistensi individu dalam suatu komunitas adalah hal yang fundamental untuk aktualisasi diri. Tanpa adanya pengakuan itu, seseorang tidak bisa sepenuhnya mewujudkan potensinya.
Pandangan mengenai pengakuan sebagai kebutuhan dasar Honneth itu sejalan dengan kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri dalam teori Maslow. Dalam konteks Maslow, kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) sangat berhubungan dengan pengakuan.
Penghargaan diri yang sehat dan pengakuan dari orang lain merupakan dasar yang memungkinkan seseorang untuk merasa dihargai dan diakui, yang pada akhirnya memperkuat rasa percaya diri dan motivasi untuk tumbuh.
Hal itu sejalan dengan pandangan Honneth, yang menekankan bahwa pengakuan adalah prasyarat untuk aktualisasi diri. Ketika individu menerima pengakuan dari orang lain, baik itu dalam bentuk pengakuan sosial, prestasi, atau status, mereka dapat mengembangkan rasa percaya diri dan kemauan untuk terus berkembang menuju pencapaian potensi penuh mereka.
Kebutuhan akan aktualisasi diri dalam Maslow, berfokus pada pencapaian potensi maksimal dan pemenuhan diri, tidak bisa dicapai tanpa adanya pengakuan.
Pengakuan, dalam hal ini, menjadi fondasi bagi seseorang untuk merasa bahwa mereka memiliki tempat dalam masyarakat dan bahwa usaha mereka dihargai.
Oleh karena itu, konsep pengakuan Honneth dapat dipandang sebagai elemen yang saling melengkapi dengan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri dalam hierarki Maslow, karena keduanya bersama-sama mendukung proses perkembangan pribadi yang lebih tinggi.
Dalam kehidupan nyata, pengakuan itu biasanya datang melalui hubungan sosial langsung dengan orang lain. Namun, di era digital ini, media sosial telah menciptakan ruang baru bagi individu untuk mendapatkan pengakuan, yang mungkin tidak mereka temui dalam interaksi tatap muka.
Media sosial seperti Instagram, Twitter, dan TikTok menyediakan ruang terciptanya ”rekognisi digital”: pengguna memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan diri, berbagi pengalaman, dan menerima validasi dalam bentuk komentar, likes, atau jumlah pengikut.
Hal itu makin menunjukkan kaitan yang erat antara kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri dengan penggunaan media sosial, terutama dalam konteks pengakuan yang dibahas Honneth dan teori kebutuhan Maslow.