Rojali dan Rohana: Muasal dan Implikasinya

Rojali dan Rohana: Muasal dan Implikasinya

ILUSTRASI Rojali dan Rohana: Muasal dan Implikasinya.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

ROJALI dan rohana sedang viral di media sosial. Itu adalah akronim dari ”rombongan jarang beli” dan ”rombongan hanya nanya”. Mereka merujuk pada orang yang pergi ke mal tanpa membeli apa pun. 

Meski baru viral sekarang, istilah itu sebenarnya sudah ada sejak lama, yang dikenal dengan istilah window shopping. Yaitu, aktivitas keliling mal untuk melihat-lihat saja. Hal itu dulu terasa wajar karena window shopper tetap dianggap sebagai orang yang memiliki daya beli yang mumpuni. 

Sebab, dulu mal adalah tempat yang sangat eksklusif dan hanya ”boleh” dinikmati kalangan tertentu. Jadi, meski hanya melihat-lihat, window shopper tetap dianggap sebagai calon konsumen yang valuable.

Namun, ketika kini kondisi makin berubah, muncullah istilah yang lebih kekinian seperti rojali dan rohana. Berbeda dengan istilah window shopper yang digunakan dengan gaya, rojali dan rohana digunakan sebagai ejekan dan sindiran. Ditujukan kepada kaum menengah ke bawah yang mau menikmati mal tanpa niat membeli. 

Apakah itu hal yang salah? Ataukah ada kondisi yang menyebabkan terbentuknya fenomena rojali dan rohana?

MAL MAKIN INKLUSIF

Perubahan citra dan infrastruktur yang makin inklusif membuat mal kian nyaman untuk diakses berbagai kalangan. Mal tidak lagi menjadi simbol kemewahan, tetapi juga sebagai ruang rekreasi yang terjangkau. 

Fasilitas umum pun makin lengkap, seperti toilet gratis, masjid yang nyaman, area parkir untuk mobil dan motor, sampai ruang tunggu bagi pengguna ojek dan taksi online. Banyak mal yang juga menyediakan fasilitas ramah anak dan nyaman bagi penyandang disabilitas. 

Posisi mal sebagai tempat hiburan juga makin kuat, seiring dengan makin minimnya ruang terbuka hijau di kota besar. 

Beberapa mal besar bahkan sengaja mengakomodasi berbagai kelas ekonomi. Itulah yang menjadikan mal sebagai ruang sosial yang inklusif. Kadang, apabila kondisi tidak terlalu ramai, sekadar duduk di food court tanpa membeli saja diperbolehkan. 

Jadi, tidak heran kalau melihat mal sangat ramai setiap hari. Mal sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Selain itu, di tengah perekonomian yang tidak stabil, mal menjadi tujuan yang murah dan mudah. 

KEBUTUHAN AKAN PENGALAMAN

Kebutuhan akan pengalaman menjadikan orang tetap pergi ke mal. Mencoba dan merasakan langsung produk dapat memberikan kepuasan tersendiri. Kunjungan ke mal bukan hanya soal belanja, melainkan juga pengalaman menyenangkan. Bagi sebagian orang, menghirup aroma mal saja sudah membahagiakan.  

Selain itu, tidak dimungkiri bahwa belanja online lebih murah daripada belanja offline. Adanya perbedaan harga itu memunculkan rojali dan rohana. Ya, betul, hanya nanya di gerai offline, lalu belinya di gerai online karena lebih murah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: