Bahkan, bisa jadi agar memenuhi harapan publik dan mendapat pengakuan, aktivitas aktualisasi diri media sosial ini, tidak sedikit individu yang pada akhirnya ”mengada-ada” dan menjadi sosok orang lain yang berbeda dengan dirinya yang asli didunia nyata, hanya demi mendapat pengakuan dan validasi semata.
Fenomena pengakuan, identitas, dan aktualisasi diri itu menjadi dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat di dunia modern ini sangat erat kaitannya dengan cara kita memanfaatkan media sosial.
Pemikiran Honneth tentang rekognisi menunjukkan bahwa pengakuan merupakan elemen penting dalam aktualisasi diri, sementara Giddens memberi wawasan tentang bagaimana identitas kita terus berkembang melalui interaksi sosial yang kita jalani, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Media sosial menjadi ruang kita bisa merefleksikan diri dan memperbaharui identitas kita, meskipun ada tekanan sosial yang harus dihadapi.
Dalam dunia digital yang terus berkembang pesat, kita harus lebih bijak dalam membentuk identitas dan mengaktualisasikan diri, terutama di media sosial.
Jangan sampai proses itu hanya menjadi upaya untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosial semata, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan emosional dan perkembangan pribadi.
Sebagai individu, kita perlu lebih sadar akan nilai sejati dalam membangun identitas yang asli diri sendiri, yang tidak hanya bergantung pada pujian atau perhatian dari orang lain.
Sebaiknya, gunakan media sosial sebagai sarana untuk mengembangkan potensi diri, berbagi pemikiran, dan berinteraksi dengan orang lain secara positif.
Pengakuan dari orang lain memang penting, tetapi yang paling penting adalah pengakuan yang datang dari diri sendiri, bukan sekadar berdasarkan validasi eksternal.
Dengan demikian, harapannya, terbangun identitas diri yang lebih sehat dan menjadi diri sendiri serta sesuai dengan tujuan hidup individu masing-masing, tanpa terjebak dalam tekanan sosial yang bisa saja merugikan diri sendiri, bahkan keluarga dan orang-orang terdekat. (*)
*) Ani Purwati adalah mahasiswa Program Doktor Ilmu Komunikasi, Universitas Sahid Jakarta.