Pengakuan, Identitas, dan Aktualisasi Diri: Dinamika Sosial dalam Masyarakat Modern

Rabu 18-12-2024,10:22 WIB
Oleh: Ani Purwati*

Namun, penting untuk diingat bahwa meski media sosial menyediakan ruang bagi kedua kebutuhan tersebut, ada tantangan dalam menjaga keseimbangan antara validasi eksternal dan pengembangan diri yang lebih dalam. 

Honneth menyebut rekognisi itu sebagai social grammar. Yaitu, suatu kondisi sosial yang memungkinkan individu untuk saling memperhatikan dan memberikan perhatian. 

Di media sosial, pengakuan itu sering kali terwujud dalam bentuk viralitas atau solidaritas digital. 

Melalui cara tersebut, pengguna media sosial bisa merasa dihargai dan diterima oleh orang lain. 

Tapi, tentu saja, itu menimbulkan pertanyaan, apakah pengakuan semacam itu cukup untuk mendukung aktualisasi diri yang lebih dalam atau justru malah menciptakan ketergantungan pada pengakuan yang sifatnya sementara?

IDENTITAS SEBAGAI PROSES DINAMIS: PERSPEKTIF GIDDENS

Menurut Antony Giddens (1991), identitas diri dapat dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk menceritakan kisah tentang dirinya sendiri, yang menggambarkan perasaan dan pengalaman secara konsisten dari waktu ke waktu. 

Giddens menyatakan bahwa identitas bukanlah suatu hal yang tetap atau sekadar kumpulan sifat-sifat tertentu, melainkan sebuah narasi yang terus berkembang seiring berjalannya waktu. 

Setiap individu berusaha membangun cerita tentang dirinya yang menghubungkan pengalaman masa lalu dengan harapan untuk masa depan. 

Identitas diri itu berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan penting seperti: apa yang telah dilakukan? Bagaimana cara melakukannya? Siapa saya sebenarnya? 

Dalam proses itu, individu menciptakan sebuah lintasan hidup yang mencerminkan perjalanan dan perkembangan diri mereka, tidak hanya sifat-sifat yang dimiliki, tetapi juga refleksi diri yang lebih dalam mengenai siapa mereka dalam konteks perjalanan hidup mereka. 

Anthony Giddens selanjutnya menjelaskan bahwa identitas itu bukan sesuatu yang statis, melainkan sebuah proses yang terus berkembang seiring waktu, dipengaruhi oleh interaksi sosial dan refleksi diri. 

Di dunia digital ini, media sosial menjadi tempat utama kita bisa membentuk dan memperbaharui identitas kita. Kita tidak hanya menunjukkan siapa diri kita lewat postingan atau gambar yang dibagikan, tetapi juga melalui bagaimana kita merespons feedback dari audiens-teman-teman, pengikut, atau masyarakat luas. 

Interaksi yang terjadi di media sosial memberikan kesempatan bagi kita untuk menyesuaikan identitas dengan realitas sosial yang ada. 

Giddens juga mengemukakan konsep refleksi diri (self-reflexivity), setiap individu secara aktif menilai dan mengatur kehidupannya. 

Proses itu diperkuat oleh media sosial, yang memberikan feedback dalam bentuk likes, komentar, dan pengikut, yang memengaruhi bagaimana kita memandang diri sendiri. 

Kategori :