HARIAN DISWAY - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengeluarkan keterangan tertulis yang menjelaskan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.
Kebijakan itu merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang dirancang untuk dilakukan secara bertahap guna meminimalkan dampak terhadap daya beli masyarakat dan inflasi.
Kenaikan tarif ini dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025, setelah sebelumnya tarif PPN ditingkatkan dari 10% menjadi 11% pada April 2022
Dalam rilis tersebut, DJP menegaskan bahwa barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, seperti beras, daging, dan jasa kesehatan, akan tetap bebas dari PPN atau dikenakan tarif 0%.
BACA JUGA:DJP Jatim II Resmikan Tax Center Ke-23 di ITB Ahmad Dahlan Lamongan
BACA JUGA:Pengguna QRIS Dikenakan PPN 12 Persen, Begini Simulasi Hitungannya!
DJP juga menyampaikan bahwa dampak dari kenaikan tarif PPN ini diperkirakan hanya akan menambah harga barang dan jasa sebesar 0,9%, sehingga tidak akan berdampak signifikan terhadap inflasi dan daya beli masyarakat.
(PPN) dari 11% menjadi 12%, 21 Desember 2024.
Dalam rilis tersebut, pemerintah memberikan penjelasan mengenai kebijakan ini dan dampaknya terhadap masyarakat.
Berikut adalah ringkasan dari 17 poin DJP soal Kenaikan Pajak 12 Persen
- Dasar Hukum Kenaikan Tarif: Kenaikan tarif PPN adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, dengan pelaksanaan yang dilakukan secara bertahap untuk mengurangi dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat dan inflasi.
- Barang Kebutuhan Pokok: Barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, seperti beras, daging, dan jasa kesehatan, akan tetap bebas dari PPN atau dikenakan tarif 0%, memastikan aksesibilitas bagi masyarakat.
- Barang Tertentu yang Dikecualikan: Kenaikan tarif PPN tidak berlaku untuk minyak goreng curah "Kita", tepung terigu, dan gula industri, di mana tambahan PPN sebesar 1% akan ditanggung oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas harga.
- Dampak Harga: Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% diperkirakan hanya akan menambah harga barang dan jasa sebesar 0,9%, sehingga dampaknya terhadap konsumen tidak signifikan.
- PPN atas Uang Elektronik: Jasa transaksi uang elektronik dan dompet digital telah dikenakan PPN sesuai ketentuan yang berlaku, tanpa menambah objek pajak baru; pengenaan pajak dihitung berdasarkan biaya layanan.
- Transaksi QRIS: Jasa sistem pembayaran melalui QRIS tidak termasuk objek pajak baru, dan PPN dikenakan berdasarkan Merchant Discount Rate (MDR), memastikan kepatuhan pajak tetap terjaga.
- Platform Digital: Biaya berlangganan platform digital seperti Netflix dan Spotify tetap merupakan objek pajak PPN PMSE, sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, tanpa perubahan dalam pengenaan pajak.
- Transaksi Pulsa: Penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher sudah dikenakan PPN, sehingga tidak ada objek pajak baru yang perlu diperhatikan oleh masyarakat.
- Tiket Konser: Penjualan tiket konser musik dan sejenisnya bukan merupakan objek PPN, melainkan objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang diatur oleh pemerintah daerah.
- Tiket Pesawat: Tiket pesawat domestik akan dikenakan PPN, sedangkan tiket pesawat internasional tidak termasuk dalam pengenaan PPN baru, menjaga kepastian bagi pelancong.
- Inflasi Terkait Kenaikan PPN: Kenaikan PPN diperkirakan hanya akan menambah inflasi sebesar 0,2%, dengan target inflasi yang dijaga di antara 1,5% dan 3,5% untuk menjaga daya beli masyarakat.
- Dampak Kenaikan Sebelumnya: Kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 tidak menyebabkan lonjakan harga yang signifikan, menunjukkan bahwa kebijakan ini telah berhasil dalam pengendalian inflasi.
- Paket Insentif Ekonomi: Pemerintah telah menyiapkan paket insentif untuk melindungi masyarakat kurang mampu, termasuk bantuan pangan dan diskon PPN, sebagai respons terhadap kenaikan tarif.
- Anggaran APBN 2025: Total paket insentif ekonomi yang dianggarkan mencapai Rp1.549,5 triliun, mencakup sektor pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
- Penerimaan Negara: Kenaikan tarif PPN diharapkan dapat memperkuat penerimaan negara dalam APBN, dengan potensi penerimaan mencapai Rp75,29 triliun, mendukung pembangunan nasional.
- Batasan Omzet Pengusaha: Pemerintah tidak berencana untuk menurunkan batasan omzet bagi pengusaha yang menggunakan tarif PPh 0,5%, memastikan keberlanjutan bagi pelaku usaha kecil.
- PPN atas Barang Premium: Pemerintah akan membahas pengenaan PPN atas barang kebutuhan pokok premium dan jasa kesehatan/pendidikan premium secara hati-hati, dengan tujuan untuk mengenakan pajak hanya kepada kelompok masyarakat yang sangat mampu.
BACA JUGA:DJP Jawa Timur II Gelar Market Day dan BDS untuk Tingkatkan Kapasitas UMKM
BACA JUGA:DJP Jawa Timur II Serahkan Tersangka Tindak Pidana Pajak Rp 2,5 Miliar ke Kejaksaan Sidoarjo
Dengan informasi ini, masyarakat diharapkan dapat lebih memahami dampak dari perubahan tarif PPN dan langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi, serta memastikan perlindungan terhadap kelompok masyarakat yang rentan.