Transformasi Kemandirian Ekonomi Pesantren

Rabu 25-12-2024,17:33 WIB
Oleh: Mohammad Ghofirin*

Untuk menjawab hambatan dan tantangan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2022 tentang Fasilitasi Pengembangan Pesantren dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 43 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2022.

BACA JUGA:Kementerian Agama Sukses Kembangkan 432 Badan Usaha Milik Pesantren, Ribuan Lagi Menyusul

BACA JUGA:Pondok Pesantren Al Muslimun Gelar Dialog Kebangsaan Peringati Hari Pahlawan

Dalam peraturan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur melaksanakan program One Pesantren One Product (OPOP). Program OPOP dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan pesantren, santri, dan alumni. 

Program OPOP dilaksanakan dengan kolaborasi pentahelix, yang terdiri atas pemerintah, perguruan tinggi, pelaku usaha, komunitas, dan media. Kelima elemen pentahelix bersama-sama melakukan upaya transformasi menuju kemandirian ekonomi pesantren.

Berikut adalah beberapa aspek penting transformasi kemandirian ekonomi pesantren.

Pertma, penguatan potensi ekonomi pesantren. Penguatan potensi ekonomi pesantren dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi aset dan sumber daya yang dimiliki pesantren. Kemudian, pesantren dapat mengembangkan diversifikasi usaha seperti pertanian, peternakan, industri kreatif, atau layanan pendidikan nonformal. 

BACA JUGA:Catat! Masuk 5 Pesantren ini Harus Inden Dulu

BACA JUGA:Dana Abadi Pesantren

Pesantren juga dapat melakukan pemberdayaan kepada santri dengan memberikan pelatihan keterampilan untuk mendukung usaha pesantren seperti kewirausahaan, teknologi informasi, atau pemasaran digital.

Kedua, pengembangan sistem manajemen modern. Pesantren perlu menerapkan prinsip manajemen modern yang berbasis efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi. Pesantren dapat menjalin kerja sama dengan pihak eksternal seperti pemerintah, lembaga keuangan, dan pelaku usaha untuk mendapatkan dukungan modal, teknologi, dan jaringan pasar.

Ketiga, digitalisasi ekonomi pesantren. Pesantren dapat memanfaatkan platform digital (e-commerce dan marketplace) untuk memasarkan produk hasil usahanya. Pesantren dapat memanfaatkan teknologi finansial (fintech) untuk mendukung transaksi dan akuntansi usaha pesantren.

Keempat, penguatan nilai-nilai keislaman dalam ekonomi. Semua kegiatan ekonomi pesantren harus dijalankan berlandaskan prinsip-prinsip syariah seperti keadilan, larangan riba, dan transparansi. Menjunjung nilai-nilai kejujuran dan keberlanjutan dalam setiap aktivitas ekonomi.

Kelima, peran pemerintah dan lembaga pendukung. Pemerintah sebagai lembaga pendukung dapat melakukan intervensi dalam transformasi ekonomi pesantren dengan memberikan Fasilitasi kredit usaha rakyat (KUR) berbasis pesantren, memberikan pelatihan dan pendampingan manajemen usaha, serta memberi insentif pajak atau kemudahan perizinan.

Dengan transformasi itu, pesantren dapat menjadi entitas ekonomi yang mandiri sekaligus tetap menjalankan misi utamanya sebagai lembaga pendidikan dan dakwah. (*)


*)Mohammad Ghofirin adalah mahasiswa Program Doktoral PSDM Universitas Airlangga, Surabaya.

Kategori :