HARIAN DISWAY - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama mengenang perjuangan para tenaga medis saat tragedi Tsunami Aceh atau Tsunami Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 silam.
Bencana tersebut diawali dengan gempa tektonik berkekuatan magnitudo M9,1 yang merobek dasar Samudera Hindia tepat pada tumbukan lempeng Burma dan lempeng India. Menghasilkan getaran hingga skala IX (9) Modified Mercalli Intensity (MMI) dan mengirimkan gelombang tsunami ke pantai barat Sumatera, Sri Lanka, India dan Thailand.
Berdasarkan catatan resmi, tsunami yang menghantam pantai barat Provinsi Aceh menewaskan lebih dari 200 ribu orang.
Tjandra menuturkan, pada awal Januari 2005, hanya beberapa waktu sesudah tsunami, dirinya bersama beberapa rekan di Kementerian Kesehatan (saat itu Departemen Kesehatan Republik Indonesia) diterjunkan ke Banda Aceh.
Prof Tjandra Yoga Aditama -Dok Pribadi -
BACA JUGA:20 Tahun Tsunami 2004, Kehidupan Penyitas Sudah Jauh Lebih Baik
BACA JUGA: 20 Tahun Tsunami Aceh: Warga Berjuang Hilangkan Trauma, Histeris saat Menyangka Dunia Kiamat
"Saya diminta ke RS Zainoel Abidin, rumah sakit terbesar di Aceh. Ketika itu arahannya adalah agar saya sebagai dokter paru mungkin dapat melakukan kegiatan bronkoskopi untuk “membersihkan” lumpur tsunami yang masuk ke paru pasien korban," tutun Tjandra.
Namun, saat tim dokter Kemenkes tiba di RS Zainoel Abidin Banda Aceh, rumah sakit tidak bisa digunakan sama sekali. Pasalnya, semua ruangan dipenuhi lumpur. Di dinding rumah sakit, terlihat bekas rendaman air bah yang masuk RS sekitar 1 meter tingginya.
Kondisi bangunan di jalan Inpes Banda Aceh usai tersapu Tsunami.-Boy Slamet-
Di Rumah Sakit itu, Tjandra hanya bertemu 3 orang dokter. Yang pertama Dr Rusmunandar Direktur RS Zainoel Abidin yang merupakan rekannya saat sama-sama bertugas di Puskesmas di Riau pada tahun 1980an, lalu seorang dokter gigi, yakni Drg Cut Maulina salah satu pimpinan RS, dan seorang Dokter Spesialis Anak.
"Tidak ada dokter lain, dan juga tdak ada petugas kesehatan lain waktu saya datang itu, sebagian ada yang meninggal dan sebagian besar berkumpul dengan keluarganya masing-masing yang semua penuh duka," katanya.
BACA JUGA:20 Tahun Tsunami Aceh, Fakta-Fakta Ketika Bencana dan Kondisi Setelahnya
BACA JUGA: 20 Tahun Tsunami Aceh: Warga Berjuang Hilangkan Trauma, Histeris saat Menyangka Dunia Kiamat
Tjandra menuturkan, saat itu tidak ada pasien seorang pun karena rumah sakit lumpuh total karena tertimbun lumpur. "Lalu kami berkoordinasi dengan TNI dan dikerahkanlah puluhan prajurit untuk membersihkan lumpur itu. Kalau bukan tentara yang turun tangan ketika itu maka tentu tidak ada tenaga yang tersedia untuk kegiatan yang perlu kerja keras “mencuci” lumpur ini," jelasnya.