Padahal fotografer cosplay yang membuka sesi foto cosplay secara gratis tidak selamanya dilakukan, hanya dalam event-event tertentu saja atau bahkan sesuai kebutuhan misal untuk branding atau menambah portofolio.
BACA JUGA:Unimaxx Photography Community Rayakan Anniversary 9 Tahun dengan Lomba Fotografi
Hal tersebut sempat menjadi permasalahan di media sosial, sehingga fotografer cosplay yang sudah dipercaya oleh klien memiliki kekhawatiran para cosplayer beralih ke fotografer yang membuka sesi foto gratis.
Kenyataan di lapangan justru fotografer cosplay yang membuka sesi foto gratis lebih sering melakukan hunting atau mencari cosplayer yang ingin difoto dengan harapan suatu saat para cosplayer mau menggunakan jasa berbayar baik di event atau non-event.
Selain itu, penyerangan secara personal sesama fotografer cosplay pun menjadi masalah dalam event Jejepangan. Mengapa hal semacam bisa ini terjadi? Apakah ada kekhawatiran ketika kemampuan seorang fotografer lainnya meningkat?
BACA JUGA:Dari Tren Fiksi Hingga Fenomena Cosplay Populer di Seluruh Dunia
Penyerangan tersebut tidak selalu berupa bisnis, bahkan yang tidak berbisnis dalam event pun juga terdampak seperti renggangnya hubungan sesama fotografer cosplay hingga menimbulkan permusuhan.
Persaingan tidak sehat inilah menyebabkan event Jepang bukan lagi menjadi ajang hiburan bagi komunitas fotografer cosplay melainkan tempat perang dagang jasa yang lebih serius. Padahal esensi dari event Jepang sendiri dibangun untuk hiburan bagi para penggemar anime, film, dan gim untuk melepas penat, menikmati kebersamaan bersama teman-teman komunitas.
Fotografer Cosplay Surabaya Cenderung Egois
Pengamat menganggap bahwa fotografer cosplay cenderung individualis baik secara berbisnis atau saat hunting foto di event. Hal tersebut dapat dilihat melalui ketika event berlangsung. Mereka membentuk kelompok-kelompok tersendiri dengan kenalan terdekatnya untuk mengambil foto bersama. Namun, terkadang dalam sifat yang individualis tersebut menimbulkan keegoisan yang lebih besar.
Event Jepang bukan lagi menjadi tempat untuk menikmati hiburan-hiburan melainkan menjadi tempat untuk berperang bagi sebagian fotografer. --Pinterest
Ketika kelompok-kelompok kecil tersebut membentuk intensitas kegiatan selama di event maka saat ada fotografer lain yang ingin bergabung mereka merasa sungkan atau merasa bukan dari kelompok mereka.
Sungkan dalam hal ini bukan berarti menjaga kesopanan, melainkan lebih mengarah pada kekhawatiran untuk saling menyapa. Hal tersebut cukup berdampak pada kondisi sosial dalam event Jejepangan, terutama pada fotografer cosplay yang belum punya nama.
Selain itu, dalam penggunaan flash pun mereka cukup bermasalah. Pada dasarnya para fotografer cosplay ingin mendapatkan hasil yang baik, tetapi penggunaan flash yang berlebihan pun dapat menyebabkan area venue terutama di pintu masuk semakin sempit.
BACA JUGA:Mengenal Teknik Tradisional Fotografi Lewat Pameran Fotografi CIPHOC
Selain itu, terkadang flash seorang fotografer cosplay secara otomatis bisa tergabung dengan flash fotografer lain, sehingga dari sini muncul keegoisan berupa saling menegur untuk tidak menggunakan teknik bounching atau mengganti channel pada trigger flash.