Pagar Laut Tangerang dan Lemahnya Tangan Besi Kekuasaan: Negara yang Tertidur di Tengah Ombak

Rabu 22-01-2025,23:09 WIB
Oleh: Zakaria Nuriman Wanda*

Lebih dari sekadar pagar laut, yang paling menyakitkan dari semua ini adalah kenyataan bahwa ketidakadilan bisa berdiri tegak di depan mata tanpa ada yang berani melawannya sejak awal.

Para nelayan yang bergantung pada laut kini harus menerima kenyataan bahwa ruang hidup mereka telah menjadi eksperimen bagi kekuatan yang tak terlihat. 

Mereka yang seharusnya menjadi tuan di perairan ini malah dipaksa menjadi penonton dalam drama besar tentang bagaimana kuasa bisa mengubah laut menjadi properti pribadi.

Sementara itu, para pejabat sibuk berdebat: Apakah pagar tersebut harus dibongkar atau diteliti dulu? Apakah itu proyek ilegal atau hanya ”inisiatif masyarakat”?

Padahal, kebenaran sudah jelas: negara telah tertidur, dan ketika ia terbangun, semuanya sudah hampir terlambat.

JIKA TAK BERDAULAT DI LAUT, BERDAULAT DI MANA?

Kasus pagar laut Tangerang bukan sekadar skandal administratif, melainkan juga sebuah tamparan keras bagi wibawa negara. Jika Indonesia benar-benar ingin menjadi poros maritim dunia, kejadian seperti itu harus menjadi alarm keras yang membangunkan para pemegang kuasa dari tidur panjang mereka.

Sebab, sebuah bangsa tidak bisa besar jika tak mampu menjaga batas-batasnya sendiri. Sebuah pemerintahan tak bisa disebut kuat jika harus menunggu perintah dari atas untuk menindak sesuatu yang jelas-jelas melanggar hukum.

Yang lebih penting, sebuah negara tidak bisa disebut berdaulat jika lautnya sendiri bisa dikuasai mereka yang lebih lihai memainkan celah hukum daripada mereka yang seharusnya menjaganya.

Jika pagar laut itu bisa berdiri begitu lama tanpa tersentuh hukum, apa lagi yang bisa dilakukan tanpa sepengetahuan kita?

Maka itu, saatnya kita tidak hanya menjadi penonton dari tragedi yang sedang berlangsung. Kita, sebagai rakyat, harus mendesak pemerintah untuk bertindak lebih tegas dan konsisten. Kita harus memastikan bahwa hukum tidak hanya menjadi kata-kata kosong, tetapi sebuah kekuatan yang nyata dan tak terbantahkan. 

Jika negara tidak mampu melindungi lautnya, pertanyakan kembali nilai-nilai kedaulatan yang kita junjung tinggi. Jangan biarkan kekuasaan disalahgunakan, jangan biarkan hukum dijadikan alat yang dapat dilipat dan dibentuk sesuka hati.

Bersama kita bangun kesadaran kolektif bahwa laut adalah milik bersama, bukan properti segelintir orang yang lebih cepat memanfaatkan celah hukum. Kini saatnya untuk berbicara keras agar kita tidak terjebak dalam kebisuan yang hanya memperpanjang ketidakadilan. (*)

*) Zakaria Nuriman Wanda adalah advokat dan pemerhati hukum.

 

Kategori :