JIKA program makan bergizi gratis (MBG) hanya komoditas politik untuk mengerek suara elektoral pada Pemilu 2024, program itu bak sebuah perjudian politik besar bagi presiden dan wapres terpilih. Bagaimana tidak, program tersebut telah memantik perhatian dari segenap penjuru tanah air dan masyarakat global.
Niat mulia untuk memberikan makan siang bergizi bagi siswa sejatinya mungkin adalah angin segar yang mampu menjadi panacea atas segala macam tantangan yang dihadapi pembangunan kualitas hidup manusia Indonesia.
Tantangan seperti prevelansi stunting yang rendah, skor indeks kualitas pembangunan manusia Indonesia yang masih lebih rendah daripada rata-rata global (Databoks, 2022) ataupun Skor PISA Indonesia yang jika dibandingkan dengan negara ASEAN berada di peringkat menengah ke bawah.
BACA JUGA:10 Mitra Baru Jadi Vendor Program MBG di Surabaya, 1 Mitra Layani 3.000 Siswa
Singapura di ASEAN memimpin dengan skor total tertinggi (1.679), Vietnam di posisi kedua (1.403), diikuti Brunei (1.317), dan Malaysia (1.213) (OECD, 2022).
Hal-hal tersebut adalah satu dari sekian masalah kebangsaan yang memang perlu dicarikan solusi yang bold dengan memberikan penekanan pada melakukan trouble shoot pada layanan kebutuhan dasar, yaitu peningkatan gizi untuk generasi masa depan.
Namun, politik birokrasi kebijakan dan administrasi publik Indonesia tentu masih diliputi ketidakpastian dalam memastikan sumber pembiayaan (financing) yang tentu akan berat bila dipikul sendiri oleh fiscal space APBN yang tidak terlalu longgar.
BACA JUGA:Sudah Sebulan Berjalan, Komisi IX DPR Dorong Penerbitan Landasan Hukum Program MBG
Masalah terkait spektrum kompetensi birokrasi kebijakan dan SDM administrasi publik yang masih bervariasi antarwilayah di Nusantara, belum lagi potensi tingkat penyelewengan pada pelaksanaan di lapangan.
Hal tersebut, termasuk sengkarut implementasi pelaksanaan uji coba MBG, tentu sudah menjadi konsumsi publik, kiranya hal itu dapat dimengerti bahwa pemerintah melalui Badan Gizi Nasional sedang bekerja dalam mencari model implementasi PMSG yang efektif, memenuhi aspek tata kelola yang baik, sekaligus memitigasi potensi penyelewengan di lapangan.
MEMITIGASI PEMBURU RENTE
Berdasar data Kementerian UMKM, terdapat sekitar 2,9 juta pelaku usaha kuliner di Indonesia. Tercatat 30.900 UMKM bergerak di jasa katering yang berpotensi terlibat dalam program MBG.
BACA JUGA:Pakar Dukung Serangga Jadi Alternatif Protein Untuk MBG: Sudah Diakui Dunia
Dengan menguatnya posisi kelembagaan Badan Gizi Nasional sebagai lembaga regulator dan fasilitator dalam menerbitkan surat penunjukan sebagai mitra program MBG bagi setiap pelaku usaha ataupun UMKM yang bergerak di jasa katering yang potensial terlibat dalam program tersebut.
Dari sini perlu dipikirkan sebuah model untuk memitigasi para pemburu rente (rent seekers) dengan menerapkan model bisnis yang efektif, transparan, dan terukur bagi semua pihak yang akan terlibat dalam program itu.