Langkah Menjadi Manusia yang Layak

Jumat 07-02-2025,16:15 WIB
Oleh: Dhimas Anugrah*

Kesadaran itu mengajak kita tidak hanya menghindari kejahatan, tetapi secara aktif menidak—menghentikan—praktik-praktik yang merugikan sesama. Saya meminjam istilah “menidak” ini dari sahabat saya, Jessica Layantara, seorang filsuf perempuan Indonesia. Frasa “menidak” ini memuat makna “menghentikan” sesuatu, yang kali ini saya pakai terhadap praktik berbuat jahat.

Dalam konteks Indonesia, perbuatan jahat dapat muncul dalam berbagai bentuk yang merusak kehidupan diri sendiri, keluarga, maupun sosial. Korupsi, misalnya, menjadi salah satu tindakan yang sering terjadi dan menghambat pembangunan serta pemerataan kesejahteraan. 

BACA JUGA:DeepSeek vs ChatGPT: Mengendus Peluang Ekonomi

BACA JUGA:Dokter Detektif (Doktif) di Tengah Industri Skincare

Selain itu, praktik ujaran kebencian di media sosial, pungli terhadap para wisatawan asing, cara berkendara ugal-ugalan, tindakan kekerasan dalam rumah tangga, perundungan di sekolah, dan intoleransi antarkelompok juga merupakan bentuk kejahatan sosial yang mengancam rasa aman masyarakat.

Kejahatan seperti ini tidak hanya melukai korban secara langsung, tetapi juga melemahkan kepercayaan terhadap institusi hukum dan norma sosial. Menurut Mochtar Lubis dalam Manusia Indonesia (1977), salah satu karakter manusia Indonesia adalah hipokrit, di mana norma moral sering tidak sejalan dengan tindakan nyata. 

Koentjaraningrat dalam Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (2009) juga mengungkapkan, manusia Indonesia memiliki kecenderungan "asal bapak senang" (ABS), yaitu sikap enggan mengoreksi kesalahan atau melawan ketidakadilan.

Karakter ini dapat memperparah praktik kejahatan yang dilakukan orang lain karena kita sering membiarkan atau menutup mata terhadap pelanggaran yang terjadi di sekitarnya. Belum lagi sifat kolektivisme negatif dalam budaya Indonesia yang berpotensi menjadi alat pembenaran bagi diskriminasi terhadap kelompok tertentu. 

Sebab itu, menidak terhadap kejahatan di Indonesia memerlukan perubahan mentalitas yang mendalam serta penguatan integritas dan tanggung jawab sosial dalam menghadapi tantangan moral dan budaya.

Ini dimulai dengan latihan menidak terhadap hasrat berbuat jahat, dan ini bisa dimulai dari kesadaran diri terhadap dorongan-dorongan negatif yang muncul dalam pikiran. Sebab, kebajikan tidak muncul secara instan, melainkan hasil dari pembiasaan dalam memilih tindakan yang baik berulang kali. 

Dengan melatih diri menolak pikiran jahat, kita memperkuat akal budi agar mampu mengendalikan hawa nafsu dan keinginan yang merusak. Setiap kali seseorang berhasil menolak godaan berbuat jahat, ia memperkokoh fondasi karakter moralnya, sehingga semakin mampu bertindak sesuai prinsip keadilan dan kebaikan. 

Berbuat yang tidak jahat sudah selayaknya menjadi budaya yang melekat dalam kehidupan manusia Indonesia. Konsep ini tidak rumit, cukup sederhana—hanya dengan tidak berbuat jahat.

Bukankah filsafat dasar negara kita telah mencerminkan nilai luhur nan indah, yang tak memberi ruang bagi perbuatan jahat terhadap sesama maupun alam? Pancasila mengajarkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, menegaskan bahwa kesejahteraan bersama lahir dari penghormatan atas hak dan martabat setiap individu. 

Prinsip ini selaras dengan pemikiran Aristoteles, yang memandang kebaikan sejati sebagai harmoni antara keindahan moral dan manfaat praktis dalam kehidupan.

Dengan membiasakan diri menolak segala perbuatan jahat, manusia Indonesia dapat membangun keadilan yang harmonis dalam relasi sosial dan menjaga keseimbangan alam. Maka, perjalanan kolektif bangsa ini perlu disertai komitmen melatih moralitas, agar tercipta kehidupan yang beradab dan bermartabat.

Mencari Akar Perbuatan Jahat

Mengapa seseorang berbuat jahat tentu punya ragam sebab, selain lingkungan bahkan kecenderungan asali berbuat jahat. Thomas Hobbes dalam Leviathan (1651) meyakini bahwa manusia dalam kondisi alaminya memiliki naluri egois yang cenderung mendahulukan kepentingan pribadi, yang jika tidak dikendalikan akan menciptakan konflik sosial.

Kategori :