Saat Pamen Polisi Dipecat

Senin 10-02-2025,08:35 WIB
Reporter : Djono W. Oesman
Editor : Yusuf Ridho

Investor membutuhkan kepastian hukum. Jika penegakan hukum lemah, kontrak bisnis, hak kepemilikan, dan perjanjian dagang berisiko tidak dihormati. Itu dapat merugikan bisnis mereka.

Dilanjut, negara dengan hukum yang lemah umumnya tingkat korupsinya tinggi (cocok dengan Indonesia). Akibatnya, investor harus menghadapi pungutan liar, suap, pemerasan, atau intervensi ilegal dalam operasional bisnis mereka. Hal itu meningkatkan biaya dan risiko usaha.

Jika peningkatan beban biaya itu dimasukkan pos biaya produksi, harga jual produk jadi tinggi. Kalau harga jual produk tinggi, produk tidak bisa diekspor karena kalah saing dengan produk negara lain yang harganya lebih rendah dengan kualitas lebih bagus. 

Kalau produk tidak diekspor, rakyat kita yang membeli produk tersebut terbebani harga yang tinggi (dibandingkan produk yang sama buatan negara lain).

Tanpa kepastian hukum, investor asing tidak bakal masuk Indonesia. Mereka pilih investasi ke negara lain yang hukumnya pasti. 

Lemahnya penegakan hukum berkontribusi pada ketidakstabilan sosial dan politik, seperti meningkatnya angka kriminalitas, demonstrasi besar-besaran, atau bahkan konflik sipil. Hal itu membuat investor ragu berinvestasi. Sebab, mereka tidak ingin menanggung risiko kehilangan modal.

Dilanjut, jika terjadi sengketa bisnis, investor membutuhkan sistem peradilan yang adil dan efisien. Di negara dengan penegakan hukum lemah, proses hukum lambat (cocok seperti kasus Harun Masiku), tidak transparan, dan dipengaruhi kepentingan politik atau pihak tertentu (cocok kasus tersangka Hasto Kristiyanto).

Kesimpulannya, investor asing lebih memilih negara dengan penegakan hukum yang kuat, transparan, dan adil untuk memastikan investasi mereka aman dan menguntungkan.

Padahal, investasi asing meningkatkan jumlah produksi barang dan jasa, menambah penerimaan pajak negara, transfer teknologi, dan menyerap tenaga kerja lokal. Terserapnya tenaga kerja dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Setelah daya beli meningkat, roda ekonomi berputar cepat. Rakyat makmur.

W.W. Rostow dalam bukunya yang bertajuk The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto (1960) menyatakan hal yang senada. Buku tersebut berisi teori Rostow tentang tahapan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ia menyatakan bahwa investasi asing dapat membantu negara berkembang untuk mencapai tahap take-off dan akhirnya menuju kemakmuran.

Berapa sih tingkat investasi asing di Indonesia?

Komisaris Utama PLN Burhanuddin Abdullah dalam Dialog Kebangsaan IKA Unpad di Jakarta, Minggu, 9 Februari 2025, mengatakan, kini rata-rata penanaman modal asing (PMA) di Indonesia USD 100 per kapita. Itu kalah jauh jika dibandingkan dengan Vietnam yang rata-rata USD 400 per kapita. 

Burhanuddin: ”Vietnam itu baru bangun industrinya tahun 1990-an, tapi average FDI (foreign direct investment) USD 400, Nah, kita sudah hampir 80 tahun merdeka….”

Tolong, jangan bandingkan kita dengan Singapura, yang average FDI USD 2 juta. Makin jauh.

Maka, jika soal kepastian hukum itu dibalik, hasilnya jadi berkebalikan. Yakni, penegakan hukum lemah, investor asing ogah masuk, tidak ada pemasukan pajak dari mereka, tidak ada transfer teknologi, tenaga kerja banyak tak terserap, daya beli masyarakat lemah, tapi kuantitas dan kualitas kriminal naik.

Memang, kini sudah ada makan siang gratis buat pelajar. Namanya kemudian diubah jadi makan bergizi gratis. Dananya sangat besar, diambilkan dari APBN. Bagus buat rakyat.

Kategori :

Terkait

Rabu 21-05-2025,21:34 WIB

Anak Bunuh Ibu-Anak

Minggu 18-05-2025,16:02 WIB

Buron Pasti Ditangkap