Otak Tumpul di Era Digital

Senin 17-02-2025,08:33 WIB
Oleh: Asra Al Fauzi*

BACA JUGA:Otak Busuk, Politik Busuk

Perilaku seperti scrolling tanpa henti di media sosial juga mendorong kebiasaan multitasking yang justru menurunkan efisiensi kognitif.

Konten digital yang bersifat cepat dan menghibur seperti video pendek, meme, atau permainan ringan dapat memicu pelepasan dopamin –neurotransmitter yang berkaitan dengan rasa senang dan sistem reward. 

Stimulasi dopamin yang berlebihan tanpa usaha kognitif dapat menyebabkan ketergantungan pada kepuasan instan (instant gratification) sehingga menurunkan motivasi untuk melakukan aktivitas yang lebih kompleks seperti membaca atau berpikir kritis.

BACA JUGA:Otak Busuk

Dalam jangka panjang, paparan konten dangkal secara berlebihan juga dapat berdampak pada kesehatan mental, meningkatkan kecemasan, menurunkan empati, serta mengurangi interaksi sosial yang bermakna. 

Fenomena brain rot tidak berarti otak mengalami kerusakan fisik, tetapi lebih pada perubahan fungsi kognitif akibat kebiasaan konsumsi informasi yang buruk. 

Akibatnya, individu menjadi lebih sulit berpikir secara mendalam, kehilangan fokus, serta cenderung mencari kepuasan instan.

FAKTOR RISIKO

Saat ini belum ada data statistik resmi mengenai jumlah individu yang mengalami brain rot di Indonesia maupun secara global. Namun, beberapa indikator dapat memberikan gambaran tentang potensi dampaknya.

Menurut laporan terbaru, pengguna TikTok di Indonesia rata-rata menghabiskan 41 jam 35 menit per bulan di platform tersebut. Itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan waktu penggunaan TikTok terlama di dunia, mengalahkan Amerika Serikat dan Rusia. 

Selain itu, data dari Data.AI menunjukkan bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan 5,7 jam per hari menggunakan gawai. Itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat kecanduan smartphone tertinggi di dunia pada 2024. 

Data lain menunjukkan, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dalam hal akses konten pornografi. Meski data itu tidak secara langsung menunjukkan prevalensi brain rot, tingginya penggunaan perangkat digital dan akses konten negatif dapat menjadi faktor risiko yang berkontribusi terhadap fenomena tersebut.

STRATEGI PENGENDALIAN

Menyadari fenomena brain rot sebagai bagian dari budaya digital adalah langkah pertama dalam mengatasinya. Kita tidak perlu sepenuhnya menjauh dari dunia digital, tetapi perlu menjaga keseimbangan agar tidak terjebak dalam efek negatifnya. 

Beberapa strategi sederhana yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut. 

Kategori :