Ramadan Kareem 2025 (15): Hilyatul Auliya

Sabtu 15-03-2025,05:00 WIB
Reporter : Suparto Wijoyo *)
Editor : Heti Palestina Yunani

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (11): Puasa Itu Asyik Aja

Hentakan reformasi menggelembung di tahun 1998 pada saat saya memasuki babak menjadi PNS, menempuh jalan perdosenan di Universitas Airlangga. 

Kiprah Gus Dur sebagai orang nomor satu di Indonesia saya saksikan dengan melihat TV dan mendengarkan radio-radio dengan degub yang menghentak dan menumpahkan keterharuan.

Situasi batin saya nyaris serupa dengan gerakan pemakzulan Gus Dur yang diusung MPR. Antara tanggal 1-23 Juli 2001 itu teramat dramatik kisahnya untuk dilintasi bangsa ini dengan hasil akhirnya: Gus Dur benar-benar dilengserkan, 23 Juli 2001.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (10): Ramadan dan Daun Sang Mahacinta

Kejatuhan dari kursi presiden pastilah tidak dirasakan oleh Gus Dur. Sebab ia tidak kemaruk jabatan, tetapi rasa tersayat menggerus dada menghadirkan guncangan batin yang  menumpahkan air mata kaum kecil di pedesaan.

Saya menyaksikan peristiwa itu saat melakukan penelitian disertasi di Eropa. Perjalanan dari Belanda melintas Jerman, Perancis sampai ke Austria dengan mengistirahatkan badan di Swiss. 

Berbagai kolega menatap dan saya ceritakan bahwa di Indonesia sedang terjadi pemberhentian Presiden Gus Dur. Presiden yang sewaktu hadir di Prancis memukau banyak tokoh Paris kala itu, kini lengser.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (9): Menghindari Talbis Iblis

Belum lekang ingatan itu, saya sungguh menarik napas panjang atas apa yang menimpa Gus Dur sambil menyaksikan diri sang pemakzul, tokoh penggedog pelengseran, yang juga bertandang ke Belanda.

Pemakzulan yang kontroversial sampai hari ini dengan bukti-bukti yang sumir, sebelum akhirnya dipungkasi tiada bukti. Buloggate dan Bruneigate lambat laun ternarasikan hanyalah imaji tanpa bukti yuridis yang memenuhi syarat bagi kepentingan pemberhentian presiden.

Kini semuanya telah rampung. Sejatinya, gonjang-ganjing kenegaraan yang terhelat di Jakarta sewaktu Gus Dur mengganti menteri ataupun mengatasi “pembangkangan” mereka yang silih berganti, tidaklah menimbulkan keganjilan di masyarakat desa.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (8): Sepekan Keindahan

Masyarakat di kampung-kampung, apalagi Lamongan, kepemimpinan Gus Dur dianggap mbarokahi. Orang tua, sanak saudara dan handai taulan pada tahun 1999-2001 itu sangat mensyukuri geliat ekonomi yang terus membubung tinggi.

Ini bukan soal angka statistik versi negara melainkan ekonomi roso yang menghampiri petani dan petambak. Sawah dan tambak udang saya sendiri membuncahkan kenikmatan yang tidak terperi.

Tahun-tahun yang membahagiakan dengan panen udang windu seharga Rp 125 ribu per kilogram. Suatu harga yang sangat fantastis yang kemudian turun melorot sampai ke tingkatan Rp 17 ribu-19 ribu per kilogram seiring momen Gus Dur “dipelorot” dengan mekanisme politik pelengseran.

Kategori :