Impor Bebas ala Prabowo

Sabtu 12-04-2025,20:48 WIB
Reporter : Taufik Lamade
Editor : Yusuf Ridho

Seharusnya, sistem bebas kuota itu dikombinasikan dengan pemikiran almarhum Rizal Ramli. Ekonom yang pernah menjabat menko perekonomian itu berpendapat, sistem kartel (kuota) impor harus dihapus dan digantikan berbasis tarif. Siapa pun boleh impor, tapi tarif masuk tinggi. Dengan begitu, barang impor sulit bersaing. 

Semoga Prabowo mengikuti saran Rizal Ramli yang berbasis tarif. Bukannya membuka impor dengan mekanisme pasar yang sangat bebas. Negara kapitalisme saja tetap memasang pagar untuk melindungi produk dalam negerinya.

Jurus mabuk Presiden Donald Trump yang menaikkan bea masuk gila-gilaan saja diterapkan untuk melindungi produk dalam negerinya. Hanya, Trump ekstrem banget sehingga membuat semua terkena badai tsunami. Trump tidak peduli dengan apa pun, yang penting Make America Great Again, visinya yang menggambarkan super-ultranasionalis. 

BACA JUGA:Jokowi Tanggapi Pertemuan Prabowo dan Megawati

BACA JUGA:Prabowo Lawatan ke Timur Tengah, Siap Evakuasi 1.000 Warga Gaza ke Indonesia

Prabowo pun seorang yang bisa kita kategorikan ultranasionalis. Ia pun pernah mengeklaim, bila dibelah dadanya, jantung dan darahnya ultranasionalis. Itu juga bisa kita lihat dari kata-kata yang selalu diucapkan: demi negara, bangsa, demi rakyat. 

Tiga mantra itu selalu muncul. Sudah seperti ucapan di bawah sadarnya. 

Prabowo juga bisa dibilang sosialisme. Tetapi, bukan sosialisme komunisme. Prabowo adalah sosialisme nasionalisme. Juga, seperti ajaran ayahnya, Soemitro Djojohadikoesoemo. 

Gerakan Prabowo, yaitu memberikan makanan bergizi gratis atau membangun koperasi di seluruh desa,  secara ide dan semangatnya, sama dengan sosialis. Sayang, program itu masih tidak tepat sasaran serta banyak dapat kritik karena berbiaya tinggi. 

BACA JUGA:Penundaan Tarif Impor Trump Bikin Lega, Indonesia Jajaki Negosiasi dengan AS

BACA JUGA:Balas Amerika, Tiongkok Resmi Naikkan Tarif Impor AS Jadi 125 Persen

Sama halnya dengan Hatta, Soemitro berpandangan bahwa gerakan ekonomi nasional harus diwujudkan dalam suatu organisasi ekonomi. Istilah Hatta: kolektivitas ekonomi. Maksudnya, koperasi. Tentu relevan dengan gerakan koperasi sekarang, yang berencana didirikan di setiap desa. Yah, sekali lagi, kita tunggu realisasinya.

Saking sosialisnya, ayah Prabowo pernah menjadi ketua PSI (Partai Sosialis Indonesia) –tidak ada hubungannya dengan PSI (Partai Solidaritas Indonesia) yang dipimpin Kaesang Pangarep. Soemitro seorang sosialis, tapi sangat antikomunis.

Soemitro juga membuat gerakan ekonomi Benteng untuk melindungi pengusaha pribumi dalam melawan dominasi kolonial. Juga, mendorong industri di bidang kebutuhan mendesak saat itu, misalnya, pabrik semen. Menguatkan ekonomi domestik.

Soemitro bukannya menolak asing. Tetapi, welcome dalam bentuk investasi asing. Bukan impor, apalagi embel-embel tanpa kouta.

Oleh karena itu, menjadi sangat ”aneh” bila Prabowo memutuskan untuk membebaskan impor tanpa kuota. Siapa pun boleh impor, yang mengarah ke perang pasar bebas. Kebijakan yang jauh dengan DNA ekonomi pandangan Soemitro yang sosialis dan melindungi ekonomi dalam negeri.

Kategori :