TIBALAH kita di suatu masa rezim penguasa yang dalam satu dekade lebih mendapat dukungan tak biasa dari rakyatnya. Tak biasa, anomali. Sebab, itu hampir tak terjadi di masa-masa sebelumnya.
Sangatlah aneh, ketika pelbagai indikator pembangunan menunjukkan neraca negatif, dukungan tetap menguat. Barulah tidak aneh ketika ternyata dukungan tersebut diketahui bersifat created, ciptaan, alias tidak genuine.
Tanpa ada dorongan-dorongan yang bersifat rekayasa, seperti aneka kebijakan populer –pengerahan para pendengung pada aneka platform linimasa –sesungguhnya dukungan itu tidak akan pernah ada. Ataupun kalau ada, itu dalam batas kenormalan.
BACA JUGA:Ambisi Besar Dongkrak Gizi, Masih Skeptis Makan Siang Gratis
BACA JUGA:First Impression Tale of The Nine Tailed 1938: Awalnya Skeptis, Ternyata Lebih Seru dari Season 1
Ada beberapa kekeliruan dari perilaku dukungan terhadap pemerintah.
Pertama, pendukung pemerintah cenderung menganggap setiap kebijakan yang dibuat pemerintah pasti baik. Tidak terlalu menjadi masalah jika memang kebijakan dibuat berdasarkan pertimbangan teknokratis.
Namun, jika kebijakan muncul dari kepentingan nonteknokratis, dampaknya bisa berisiko tinggi, destruktif, bahkan bisa mengakibatkan terjadinya failed state.
Kedua, disebabkan kepentingan menampakkan yang baik-baik dari pemerintah, pendukung pemerintah kerap melakukan manipulasi fakta untuk membentuk opini publik. Itu semua dilakukan demi membenarkan setiap kebijakan pemerintah. Yang mungkin tidak disadari, dampak dari upaya itu adalah makin lemahnya fungsi check and balance dari publik.
Akibat terusannya, kebijakan yang dilakukan pemerintah bisa menjadi tidak relevan bagi kesejahteraan rakyat selain hanya memberikan keuntungan-keuntungan politis.
Ketiga, para pendukung pemerintah cenderung tidak mengakui kesalahan-kesalahan yang dilakukan pemerintah. Sebagai kewajaran hidup bernegara, tidak ada pemerintahan yang sempurna. Dengan demikian, ragam kesalahan dalam membuat kebijakan sangat mungkin terjadi.
Di sanalah perlunya dibuka ruang-ruang dialog, apakah di kalangan elite sendiri, para akademisi, atau publik secara umum. Menutup-nutupi kesalahan justru akan merusak akuntabilitas dari pemerintahan itu sendiri.
Keempat, kerap kali pendukung pemerintah membuat narasi bahwa para pengkritik pemerintah tidak nasionalis. Tentu hal tersebut adalah sebuah pandangan nasionalisme sempit, yang mengabaikan hak-hak warga negara untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik dengan cara mempertanyakan kebijakan.
Juga, itu merupakan sebuah pandangan yang melupakan kenyataan bahwa pemerintah itu berbeda dengan negara.
CEK KOSONG