HARIAN DISWAY - Pengusutan kasus korupsi proyek pengelolaan satelit untuk Slot Orbit 123 oleh Kejaksaan Agung kembali bergulir. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka, dua di antaranya warga negara asing. Dugaan tindak pidana tersebut berbuntut pada ancaman penyitaan aset milik Pemerintah Republik Indonesia di Perancis.
"Penyidik Jampidmil telah menetapkan tersangka Laksmana Muda TNI (Purn) Leonardi Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Anthony Thomas Van Der Hayden warga negara Amerika Serikat, Gabor Kuti CEO Navayo International AG," ujar Kepuspenkum Harli Siregar dalam konferensi persnya di Gedung Kejagung, pada Rabu malam, 7 Mei 2025.
Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara koneksitas dugaan korupsi proyek pengadaan user terminal untuk satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kemhan tahun 2016, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor 78A/PM/PMpd.1/05/2025.
Kejagung menyebut Leonardi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menandatangani kontrak penyediaan jasa dan peralatan untuk pengadaan satelit tersebut dengan perusahaan asal Hungaria Navayo International AG yang dipimpin oleh CEO Gabor Kuti pada tahun 2016.
BACA JUGA:Kemenhan Ambil Alih Anggaran BBM Alutsista, Sjafrie: Demi Transparansi dan Efisiensi
BACA JUGA:Prabowo Terima Erick Thohir dan Bos Properti Dubai di Kemenhan, Bahas Potensi Pertumbuhan RI
Namun di balik penunjukan itu, terjadinya kongkalikong antara Leonardi dengan Navayo International selaku pihak ketiga tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa terkait pengadaan satelit tersebut.
Pejabat Kemhan itu kemudian menandatangani empat Surat Surat Certificate of Performance (CoP) atau Sertifikat Kinerja untuk memuluskan pekerjaan pengiriman barang dan jasa kepada Kemhan.
Setelah tiga tahun usai tanda tangan, rupanya Kemhan tidak sanggup membayar anggaran yang telah disepakati. Sementara barang-barang itu sudah berada di dalam negeri.
"Pihak Navayo International AG melakukan penagihan kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan mengirimkan 4 (empat) invoice (permintaan pembayaran dan CoP), namun sampai dengan tahun 2019 Kementerian Pertahanan RI tidak tersedia anggaran pengadaan satelit," tambah Harli.
Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Jaksa Muda pada Tindak Pidana Militer (Jampidmil) dengan menggandeng ahli satelit Indonesia didapatkan fakta pekerjaan Navayo International AG tidak mampu membangun Program User Terminal yang dimaksudkan pengadaan Satelit Orbit 123 BT.
Selain itu, Harli menyebut pengerjaan itu ilegal karena ditemukan sebanyak 550 unit handphone tidak ditemukan Secure Chip Inti dari pekerjaan User Terminal. Hasil pekerjaan dari Navayo International AG tidak pernah diuji.
"Kementerian Pertahanan RI harus membayar sejumlah USD 20.862.822 berdasarkan Final Award Putusan Arbitrase Singapura karena telah menandatangani Certificate of Performance (CoP), sementara menurut perhitungan BPKP kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Navayo International AG berdasarkan Nilai Kepabeanan sebesar IDR 1.922.350.493," terang Harli.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP. Subsidiair : Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP.
Subsidair Pasal 8 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 KUHP. (*)