JAKARTA, HARIAN DISWAY - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan mengimplementasikan sistem satu data kesehatan jamaah untuk memantau kondisi kesehatan jamaah haji secara menyeluruh selama musim haji tahun ini.
Sistem itu menjadi tulang punggung dalam memberikan layanan medis yang cepat, tepat, dan responsif di tengah dinamika ibadah yang padat serta cuaca ekstrem di Tanah Suci.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Liliek Marhaendro Susilo menjelaskan, sistem satu data kesehatan memungkinkan pemantauan kondisi jamaah secara real-time, sejak dari embarkasi hingga tiba di Arab Saudi.
BACA JUGA:Menengok Dapur Raghaeb: Sajikan 1.500 Porsi Masakan Nusantara Tiap Hari untuk Jamaah Haji Indonesia
Menurutnya, itu adalah bagian dari transformasi layanan haji yang semakin adaptif, responsif, dan personal.
“Dengan satu data kesehatan, kami bisa memantau kondisi jamaah secara real-time, sejak dari embarkasi hingga di Arab Saudi. Ini bagian dari transformasi layanan haji yang lebih adaptif, responsif, dan personal,” ujar Liliek dalam konferensi pers Kabar Haji untuk Indonesia di Jakarta, Rabu, 14 Mei 2025.
Sistem tersebut mengumpulkan data rekam medis jamaah, catatan komorbid, hasil pemeriksaan kesehatan, dan intervensi medis yang sudah dilakukan.
BACA JUGA:Jamaah Haji Asal Gresik Lega Menu Nusantara Jadi Santapan Sehari-Hari
Data yang terkoneksi antara tim kesehatan di kloter, sektor, dan Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) itu memudahkan petugas untuk mengambil tindakan berbasis informasi yang akurat dan terkini.
“Melalui data ini, kami bisa menentukan siapa yang butuh pemantauan ketat, siapa yang harus dibatasi aktivitasnya, bahkan siapa yang harus segera dirujuk ke fasilitas layanan lebih lanjut,” tambah Liliek.
Sistem satu data kesehatan juga memungkinkan edukasi kesehatan yang lebih terarah dan efektif, menyesuaikan dengan kondisi masing-masing jamaah.
BACA JUGA:Jamaah Haji Lansia dan Risti Disarankan Tetap di Bus saat Ambil Miqat di Bir Ali
Liliek menegaskan bahwa tidak semua jamaah memiliki risiko yang sama, sehingga pendekatan yang berbeda diberikan untuk jamaah yang sehat, yang memiliki komorbid, atau yang sudah lansia.
“Tidak semua jemaah punya risiko yang sama. Dengan satu data, kami bisa memberikan pendekatan yang berbeda antara jemaah sehat, komorbid, atau lansia,” jelasnya.
Meskipun saat ini kondisi kesehatan jemaah haji Indonesia masih stabil, Liliek mengingatkan bahwa puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) akan menjadi tantangan besar baik secara fisik maupun mental.