20 Tahun Penjara untuk Dokter Bedah Prancis yang Lecehkan Ratusan Anak

Jumat 30-05-2025,18:32 WIB
Reporter : Doan Widhiandono
Editor : Noor Arief Prasetyo

“Dan saya sangat senang akan hal itu,” tulisnya.

BACA JUGA:Kerja Sama Kadin Indonesia-Prancis, Dorong Pembangunan 1000 Dapur MBG Baru

BACA JUGA:Prancis Dukung Keanggotaan Indonesia dalam Aliansi Dagang OECD

Tapi itu bukan kali pertama Le Scouarnec bersinggungan dengan hukum. Pada 2005, ia hanya dijatuhi hukuman percobaan selama empat bulan meski terbukti membeli konten kekerasan seksual anak secara daring. Ia tidak diwajibkan menjalani rehabilitasi atau kehilangan izin praktik.

Di luar pengadilan, para penyintas berdiri memegang poster bertulisan “Jangan Ada Lagi!” dan “Saya Menghukummu!” Mereka juga membawa tanda nama mewakili 355 korban. ’’Termasuk korban yang terlupakan dan mereka yang kasusnya dihentikan,” ujar Lemoine.

Céline Mahuteau, korban lainnya, bahkan mengirim surat kepada Presiden Emmanuel Macron. Dalam suratnya, ia menulis bahwa Prancis belum memiliki kebijakan nasional yang memadai untuk mencegah pedofilia.

Beberapa korban, seperti Gabriel Trouve, memilih menatap masa depan. “Kami bisa bangga dengan perjuangan ini. Perjuangan yang tidak kami pilih, tapi kami putuskan untuk hadapi,” katanya.


DUA KORBAN Joel Le Scouarnec ikut berdemonstrasi dalam persidangan pada 19 May 2025. Mereka memprotes proses persidangan dan pengadilan Scouarnec yang dinilai tidak menghargai keadilan secara paripurna.-DAMIEN MEYER-AFP-

Le Scouarnec mengatakan bahwa ia tidak meminta keringanan hukuman dan hanya ingin menjadi pribadi yang lebih baik. Tapi, banyak korban mempertanyakan ketulusan permintaan maaf yang diucapkannya secara monoton di depan sidang.

“Kau adalah pedofil massal terburuk yang pernah hidup,” ujar Thomas Delaby, salah satu pengacara korban. Ia menyebut Le Scouarnec sebagai bom atom pedofilia.

Dalam pengakuannya, Le Scouarnec menyebut bahwa ia bertanggung jawab atas kematian dua korban. Mathis Vinet, salah seorang penyintas, meninggal karena overdosis pada 2021. Keluarga meyakini itu sebagai tindakan bunuh diri. Korban lainnya ditemukan tewas pada 2020.

Sementara itu, reaksi publik dan media Prancis terhadap kasus itu terbilang minim jika dibandingkan dengan perkara Dominique Pelicot—pria yang tahun lalu dipenjara karena merekrut puluhan orang asing untuk memperkosa istrinya.

BACA JUGA:Kasus Pelecehan Dokter di Malang Dilaporkan Polisi

BACA JUGA:Dugaan Pelecehan Dokter Juga Terjadi di Malang, Ini Kronologinya

Menteri Kesehatan Yannick Neuder mengatakan akan bekerja sama dengan Menteri Kehakiman Gérald Darmanin untuk memastikan tidak ada lagi anak-anak atau pasien yang menjadi korban predator dalam sistem medis.

Namun, janji itu belum cukup untuk menghapus rasa kecewa para korban.

Kategori :