Eksotika Bromo 2025: Di Balik Jenakanya Reyog Cemandi, Ada Kisah Perlawanan Ponpes Panjang Jiwo terhadap Penjajah

Minggu 22-06-2025,15:00 WIB
Reporter : Guruh Dimas Nugraha
Editor : Guruh Dimas Nugraha

Ki Busro mengikutinya dari belakang sembari membawa golok. Itu terlihat tidak seperti laki-laki yang sedang mengejar orang yang dicintai. Tapi malah terlihat seperti mengancam.

Pemusiknya menggunakan kendang. Memainkannya sembari menari. Muhammad Neil Al Abror, salah seorang penari, menyebut bahwa kesenian reyog cemandi terus dilestarikan oleh warga Cemandi. Termasuk kaum mudanya.

BACA JUGA:Eksotika Bromo 2024 (2): Suku Tengger tampilkan Bumi Hila Hila


Para pengiring musik dalam pementasan reyog cemandi dalam Eksotika Bromo 2025.-Guruh D.N.-HARIAN DISWAY

"Ki Busro dan Mbah Sri sekaligus sebagai representasi banyaknya mahluk halus yang menghuni Desa Cemandi kala itu. Di desa kami, semakin banyak anak muda yang tertarik belajar seni reyog cemandi," ujar pria 20 tahun itu.

Selain karena gaya menari yang jenaka, melalui reyog cemandi, para pemuda diajak belajar tentang sejarah desanya sendiri. 

Bahwa semangat perlawanan pun bisa menghasilkan pementasan seni yang menggugah, menghibur, serta sebagai gambaran sosio-kultural desa tersebut pada masa silam.

BACA JUGA:Eksotika Bromo 2024 (1), Serunya Para Penampil, Salah Satunya dari Korea Selatan

Eksotika Bromo 2025 diwarnai berbagai penampil dari berbagai daerah. Selain melibatkan seni tradisional, ajang itu juga melibatkan seni modern dan kreasi.

Dari seni tradisi, selain reyog cemandi, terdapat tari bungo serangkai yang berlandaskan tradisi suku Batin Sembilan, Jambi. Ada pula tari piring dari Padang yang tampil pada hari kedua.

Serta tentu seni budaya masyarakat Tengger. Masyarakat yang mendiami empat kawasan lereng Bromo: Probolinggo, Lumajang, Malang, dan Pasuruan. (*)

Kategori :