HARIAN DISWAY - Pagi itu, 17 Juni 2025, mentari belumlah tinggi. Kami, delapan orang dari Tim SKK Migas dan HCML, melangkah ke dermaga Tanglok, Sampang, Madura.
Tujuan kami bukan wisata populer. Bukan pula pertemuan formal di hotel berbintang. Melainkan menuju Pulau Mandangin, pulau kecil berpenduduk 22 ribu jiwa.
Mereka hidup berdampingan dengan laut dan angin. Tempat cerita kecil-kecil tumbuh dengan makna besar.
BACA JUGA:Gua Selomangleng, Situs Pertapaan Dewi Kilisuci
Perjalanan ke sana tak bisa tergesa-gesa. Kami menumpang perahu kayu kecil yang oleh warga disebut ngettek ka Mandangin.
Suara mesin yang meraung bercampur riak air dan teriakan camar. Sekitar 60 menit mengarungi laut biru, akhirnya kami merapat di dermaga Pulau Mandangin.
Gedung Serbaguna di Pulau Mandangin, Sampang, Madura.-HCML-
Begitu kaki menapak di darat, sambutan datang dengan cara khas Mandangin: odong-odong berderit pelan. Mengantar kami menuju sebuah bangunan sederhana: Gedung Serbaguna Mandangin. Bangunan itu merupakan hasil kontribusi HCML dan SKK Migas yang diresmikan awal tahun ini.
BACA JUGA:Gerimis Juni menuju Kelud
Di gedung itu, kami bertemu Haji Wasin H. Awza’ie, Ketua BPD Pulau Mandangin. Ia bercerita tentang bagaimana gedung ini menjadi pusat kebugaran warga.
"Biasanya buat bulutangkis, Pak. Sekarang banyak anak muda yang makin semangat olahraga," ucapnya dalam dialek Madura yang hangat.
Anak-anak muda tampak bermain bulutangkis dengan semangat. Dalam tawa dan lompatan mereka, kami melihat sesuatu yang lebih dari sekadar olahraga. Tapi tentang ruang, peluang, dan kebersamaan.
BACA JUGA:Bulan Maria di Gua Maria Puhsarang, Kediri, Ada Luce, Maskot Kartun Pertama Vatikan
Tak jauh dari sana, balai desa menjadi tempat berkumpulnya ibu-ibu yang menjajakan produk UMKM olahan makanan. Ada sekitar 20 item. Dari donat, keripik, hingga sambal kemasan.
Kami disambut Rizkia, Koordinator Kedai Olahan Makanan, yang dengan bangga bercerita tentang perjalanan mereka.