SURABAYA, HARIAN DISWAY – Program gizi yang dilaksanakan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur mendapat sorotan Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Senin, 11 Agustus 2025.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim Wara Sundary Renny Pramana mengatakan, pihaknya mengapresiasi turunnya prevalensi stunting di Jawa Timur. Dari angka 17,7 persen di 2023, turun menjadi 14,7 persen di 2024.
"Meski begitu, jumlah balita yang mengalami gagal tumbuh masih terjadi di Jawa Timur," jelasnyi. Balita yang mengalami kekurangan gizi kronis masih sebanyak 430.780 anak.
Renny menyoroti soal pemerataan program perbaikan gizi yang belum merata di Jawa Timur. Program perbaikan gizi sudah seharusnya menyentuh pada daerah yang paling membutuhkan.
BACA JUGA:PDIP Jawa Timur Dukung Zero Stunting Lewat Penguatan Layanan Perempuan
BACA JUGA:Pemkot Pasuruan Gencarkan Grebek Stunting di Bugul Lor dan Kebonagung, Fokus Pola Asuh dan Gizi
"Saat ini, masih banyak ketimpangan. Baik dalam hal anggaran maupun pelaksanaan program,” ujarnyi. Meski Jawa Timur telah mengucurkan bantuan lewat APBD di 2025 untuk penurunan stunting.
Ia mencotohkan seperti Kabupaten Jember dan Mojokerto. Dua kabupaten itu memiliki angka prevalensi tinggi stunting di Jawa Timur, namun belum mendapat alokasi anggaran proporsional.
"Harus ada evaluasi serius terhadap alokasi anggaran terkait stunting ini ke depan," desaknyi. Daerah dengan angka stunting tinggi semestinya menjadi prioritas utama dalam pembagian anggaran dan sumber daya.
Politisi asal Kediri menyoroti perbedaan drastis dalam keberhasilan program antar wilayah dalam perkara stunting. Contoh yang cukup baik, menurutnya adalah Kota Surabaya.
Dengan pendekatan berbasis teknologi seperti aplikasi Sayang Warga, ibu kota Jawa Timur itu berhasil menurunkan angka stunting cukup signifikan. Dari 28,9 persen pada 2021 menjadi hanya 1,6 persen pada 2023.
“Kita bisa belajar dari Surabaya. Bagaimana inovasi, kolaborasi lintas sektor, dan komitmen politik bisa menghasilkan perubahan nyata," katanyi.
Untuk itu, ia mendorong Pemprov Jawa Timur agar daerah yang belum berhasil dalam perkara stunting, diberi kapasitas yang sama untuk bisa meniru keberhasilan ini.
Masalah lain yang tak kalah penting, kata Renny adalah keterbatasan tenaga kesehatan terlatih. Khususnya di daerah terpencil. Hal ini menyebabkan rendahnya cakupan intervensi gizi spesifik dan sensitif di wilayah yang justru paling rentan.
Perempuan yang juga Bendahara DPD PDI Perjuangan Jatim tersebut menekankan pentingnya pelatihan dan pemberdayaan tenaga kesehatan lokal, termasuk kader-kader gizi yang ada di masyarakat.