Akankah bonus demografi dikelola menjadi jembatan menuju Indonesia Emas 2045 atau justru menjadi batu sandungan yang menggagalkan estafet sejarah?
Jika generasi 1945 membuktikan keberanian menyalakan proklamasi, generasi kini ditantang menunjukkan kerja kolektif dengan kecakapan, kreativitas, dan keberanian menguasai teknologi agar kemerdekaan tidak berhenti sebagai simbol, tetapi bertransformasi menjadi kesejahteraan nyata.
Namun, di tengah narasi kemajuan, paradoks muncul: langkah kita kerap menyerupai jalan berliku menuju ”Indonesia cemas” ketimbang lintasan lurus menuju Indonesia emas. Pertanyaan ”progres, stagnasi, atau degradasi?” menjadi satire yang mengingatkan arah sejarah tak pernah netral.
Perayaan HUT ke-80 boleh diramaikan lomba rakyat, tetapi internalisasi nilai teladan pendahulu dengan menjadikan kompas generasi muda sebagai perintis utama bangsa di era transformasi besar. Semoga terlahir generasi Rengasdengklok baru. (*)
*) Elisabeth Cheryl Xaviera adalah asisten peneliti Center for Strategic and Global Studies (CSGS) Unair.
*) Probo Darono Yakti adalah dosen hubungan internasional dan peneliti CSGS Unair.