HARIAN DISWAY - Dalam dunia kerja yang terus berkembang, berbagai istilah bermunculan sebagai cara menyesuaikan dengan lingkungan profesional. Salah satunya adalah quiet covering.
Pasti Anda pernah menjumpai rekan kerja yang enggan membahas kehidupan pribadinya. Atau rekan kerja yang memilih tidak terlibat dalam percakapan personal. Sebenarnya, mereka sedang menunjukkan sikap quiet covering.
Istilah itu merujuk pada sikap atau kebiasaan individu yang secara diam-diam menyembunyikan sisi lain dari dirinya.
BACA JUGA:Apakah Kerja Harus Sesuai dengan Passion?
Dilansir Forbes, fenomena itu banyak dilakukan oleh generasi muda. Khususnya Generasi Z. Itu dapat berdampak langsung pada produktivitas.
Mengenal Quiet Covering
Dalam dunia kerja, quiet covering dilakukan untuk menghindari suatu penilaian negatif, diskriminasi, atau agar terlihat profesional--freepik.com
Anda sudah tahu, quiet covering merupakan kebiasaan atau kecenderungan suatu individu menyembunyikan identitasnya atau kehidupan pribadinya di lingkungan kerja.
Seperti latar belakang etnis, orientasi seksual, kondisi keluarga, status sosial, hingga kondisi kesehatan. Hal itu bertujuan untuk menghindari penilaian negatif, diskriminasi, atau agar terlihat profesional.
BACA JUGA: Digital Nomad, Kerja Fleksibel Sambil Menjelajahi Dunia
Fenomena itu pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Kenji Yoshino. Sebagai praktik menyembunyikan identitas pribadi. Supaya dapat menghindar dari stereotip, penilaian, dan diskriminasi.
Fenomena itu bukan bermaksud untuk menipu atau berpura-pura. Melainkan hanya menyamarkan aspek tertentu dalam dirinya.
Selain itu, perilaku tersebut juga sebagai cerminan kemampuan beradaptasi dan kecerdasan emosional individu. Khususnya dalam membaca situasi sosial dan profesional di sekitarnya.
BACA JUGA:Tantangan Hybrid Working, Antara Kerja dan Kehidupan Pribadi
Sebuah studi yang dilakukan oleh Hu-X dan Hi-Bob, menemukan terdapat 97 persen karyawannya melakukan quiet covering. Setidaknya sekali.
Kemudian sekitar 67 persen melakukan secara rutin. Beberapa alasan utama yang melatarbelakangi perilaku itu antara lain:
- Menjaga citra profesional (55%)
- Mencari penerimaan sosial (48%)
- Menghindari diskriminasi (46%)
- Mendapatkan promosi, kenaikan gaji, atau bonus (46%)