HARIAN DISWAY - Loka Batik 2025 berlangsung di Atrium Galaxy Mall 1 pada 22-23 Oktober 2025. Talkshow, fashion show, draping batik, dan lomba mewarnai menyemarakkan rangkaian acara tersebut.
Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jawa Timur bersama Pemerintah Kota Surabaya menjadikan Loka Batik 2025 sebagai sarana untuk memperkenalkan Batik Surabaya.
Dua acara utama digelar untuk membuat Batik Surabaya populer. Yang pertama adalah talkshow bertajuk Pengenalan Batik Surabaya dan edukasi tentang Pengaruh Zat Kimia dalam Kesehatan Pembatik.
Dalam talkshow, pemateri memperkenalkan enam jenis batik yang sudah mengantongi hak paten. Keenamnya adalah Motif Batik Sparkling, Motif Batik Kintir-Kintiran, Motif Batik Abhi Boyo, Motif Batik Gembili Wonokromo, Motif Batik Kembang Bungur, dan Motif Batik Remo Surabayan.
BACA JUGA:Batik Tulis Tenun Gedhog Tuban Raih IG Pertama di Jatim untuk Produk Kerajinan Nonpangan
BACA JUGA:Wujudkan Kolaborasi AI dan Warisan Tradisi, Mahasiswa Petra Bikin Batik WR Supratman
MASTUKAH menunjukkan Batik Skena Surabaya di pameran Loka Batik 2025, Atrium Galaxy Mall 1 Surabaya. - Afif Siwi - Harian Disway
“Saya tidak bisa mendeteksi siapa yang pertama kali menginisiasi pembuatan Batik Surabaya. Tetapi, sekitar tahun 2000-an, muncul batik Suramadu. Lalu, ada juga motif Semanggi,” ujar Lintu Tulistyantoro, narasumber talkshow, kepada Harian Disway Sabtu, 22 November 2025.
Batik Surabaya terus mengalami pengembangan, sehingga muncul motif-motif baru. Misalnya, Sawunggaling, Monkasel, Tugu Pahlawan, dan Balai Pemuda.
“Sawung itu adalah ayam. Itu sebenarnya batik klasik dari Jawa Tengah yang dikembangkan kembali. Batik Surabaya juga mulanya bermunculan karena ada ketentuan dari pemerintah yang mendorong agar setiap daerah memiliki karakter batik masing-masing,” lanjut Lintu yang sehari-hari adalah dosen di UK Petra Surabaya.
BACA JUGA:Batik Tulis Ghentongan Selangkah Lagi Raih Sertifikat Indikasi Geografis
BACA JUGA:Rayakan Hari Batik, Swiss-Belinn Surabaya Tanamkan Semangat Sustainability Sejak Dini
Selaku pengamat batik, Lintu mengatakan bahwa pangsa pasar tertinggi Batik Surabaya masih dari Surabaya sendiri. Belum banyak orang yang menjual produk tersebut sampai luar kota.
Karena itu, ia mendorong masyarakat Surabaya untuk menyadari pentingnya melestarikan batik lokal tersebut. Caranya adalah dengan menggunakannya dalam sebanyak mungkin kegiatan.
Dengan demikian, orang-orang dari luar kota atau dari negara lain bisa mengenal Batik Surabaya. Cara lainnya adalah dengan memberikan hak paten.