AKHIR PEKAN kemarin, Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) punya gawe tahunan. Bersamaan dengan dies natalis perguruan tinggi yang berdiri sejak 1949.
Seperti biasa, selalu ada acara Nitilaku. Napak tilas perjalanan UGM. Diikuti para alumnus dan civitas perguruan tinggi dari seluruh Indonesia. Mulai Aceh sampai Papua.
Tahun ini meriah sekali. Ada 1.800 peserta yang ikut Nitilaku. Dengan berbagai penampilan. Ada yang menggunakan pakaian daerah. Ada yang berdandan sesuai dengan kegiatan komunitasnya.
BACA JUGA:Basuki Hadimuljono Resmi Jadi Ketua Umum PP Kagama
”Kagama ini sudah seperti ormas (organisasi kemasyarakatan, Red),” celetuk Bambang Paningron, penanggun jawab Nitilaku. Ia bilang itu saat satu per satu rombongan memasuki finis di Balairung Gedung Pusat UGM.
Nitilaku hanya sebagian kegiatan. Sebelumnya ada rapat kerja nasional (rakernas), pameran Nitilaku, dan Nitirupa. Juga, ada dialog antar-kepala daerah alumni UGM. Pun, berbagai kegiatan ilmiah terapan.
Tak lupa, ada penggalangan dana. Membantu korban bencana di Sumatera. Melalui lelang berbagai karya dan NitiRun (lari 7,5 kilometer). Hasilnya miliaran rupiah terkumpul dari para alumnus.
Semua orang tahu, Kagama adalah organisasi alumni perguruan tinggi negeri paling besar dan solid. Mereka ada di mana-mana. Terakhir diresmikan Kagama Timor Leste. Yang anggotanya ribuan. Sebagian besar pejabat di negeri itu.
Kalau di ormas keagamaan ada NU yang terbesar. Di organisasi alumni, Kagama-lah yang paling disegani. Karena itu, kalau ada yang usil dengan Kagama, itu wajar. Seperti yang usil dengan NU sampai bikin elitenya gegeran seperti sekarang.
Nah, mengapa Kagama bisa solid dan besar seperti NU? Sebab, Kagama mempunyai identitas yang kuat, nilai hidup yang jelas, jaringan inklusif, dan punya ritual sosial. Juga, ditopang kepemimpinan simbolis dan manfaat nyata.
Identitas bersama yang kuat itu terbangun sejak mahasiswa. Kagama bukan sekadar kumpulan para alumnus UGM. Namun, juga membawa narasi almamater perjuangan dengan nilai kerakyatan, kebangsaan, dan pengabdian. Itu menjadi identitas kolektif. Lem perekat emosional.
Nilai itu dikonstruksikan dalam sebuah slogan yang simpel: Guyub, Rukun, Migunani. Nilai yang mengedepankan kebersamaan dan kesetaraan. Menekankan harmoni sosial.
Migunani itu berarti memberikan manfaat kepada orang lain. Itulah yang menjadikan alumni UGM konsisten dalam membawa isu kebangsaan, pembangunan daerah, dan pegabdian sosial.
Secara organisasi, Kagama memiliki struktur longgar, tapi mengakar. Tidak kaku. Mereka yang pernah menginjak kampus itu diakui sebagai alumnus. Karena itu, ada lulusan UGM dan jebolan UGM. Yang terakhir mereka yang pernah kuliah, tapi tidak sampai selesai.
Ada Kagama struktural dan Kagama kultural. Yang struktural berjenjang mulai di pengurus pusat, pengurus daerah, hingga komisariat fakultas. Yang kultural bergabung di Kagama komunitas. Jumlahnya kini ada 100 lebih.