Hari Ibu 2025: Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani Terapkan Parenting Nikita Willy dan Nikita Mirzani

Senin 22-12-2025,08:13 WIB
Reporter : Agustinus Fransisco
Editor : Retna Christa

BACA JUGA:Ibu Berdaya Lewat Laz Affiliates, Kisah Inspiratif Putri Lasim di Hari Ibu 2024

BACA JUGA:Sejarah Hari Ibu yang Diperingati 22 Desember 2024

Di sana, Ipuk mendengarkan keluhan-keluhan warga, memetakan masalah-masalah mereka, dan mencatatnya untuk dicarikan solusi. Ipuk duduk di teras rumah warga, bertemu petani kopi di lereng Ijen, guru di sekolah pinggiran, hingga ibu-ibu pelaku UMKM. Makan di warung, dan belanja di toko-toko kecil milik warga.

Selama lima tahun lebih memimpin Banyuwangi, pernahkan Ipuk marah-marah kepada jajarannya? "Pernah! Waktu itu masih masa (pandemi) Covid," kenangnya, lantas tertawa.

Dr Ir H Guntur Priambodo, Sekda Banyuwangi yang menemani Ipuk saat wawancara, nyeletuk bahwa ia pernah didiamkan Bupati selama dua hari. "Ibuk jadi Nikita Mirzani," ia terkekeh.


Hari Ibu 2025: Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani (kerudung merah) menggeber pelayanan kesehatan gratis dalam program Bunga Desa di Desa Jelun, Kecamatan Licin.-Portal Banyuwangi -

Apa yang bikin Ipuk begitu marah? Rupanya, sekitar Juni 2022, ada berita viral. Seorang kakek berusia 72 tahun telantar di rumahnya yang penuh dengan sampah. Ia sebatang kara karena istri dan anaknya meninggal.

BACA JUGA:Mengomunikasikan Esensi Hari Ibu: Bersuara Lebih Lantang

BACA JUGA:Ini Perbedaan Antara Hari Ibu dan International Mother’s Day, Bukan Hanya Soal Tanggal

Sang kakek juga lumpuh akibat stroke. Kondisinya begitu mengenaskan. Ipuk shocked, karena malah mendapatkan informasi itu tentang si kakek dari video yang diunggah seorang influencer.

"Saya langsung rapat saat itu juga dengan kepala puskesmas, camat, dan kepala desa, juga Dinas Sosial," kenang Ipuk.

"Di situ saya terbawa emosi. Bagaimana mungkin, kita sudah punya program jemput bola. Tapi kok, masih ada masyarakat yang kondisinya seperti itu," tutur Ipuk gemas. Ironisnya lagi, rumah kakek itu tak jauh dari balai desa.

"Saya bilang, 'Ini mana kepala desanya? Ke mana kepala puskesmasnya? Kalau sudah sering jemput bola, kenapa kondisinya seperti itu?'," imbuhnya.

Untung, sikap emosi Ipuk disikapi positif oleh jajaran di bawahnya. Alih-alih takut, marahnya Bu Bupati digunakan sebagai evaluasi agar hal yang serupa tak terulang.

Itulah Ipuk. Begitulah dia memimpin Banyuwangi. Di tengah dominasi kepemimpinan maskulin yang identik dengan kekuatan dan kecepatan, Ipuk Fiestiandani menunjukkan alternatif kepemimpinan yang berbeda. Tepatnya, kekuatan dalam kelembutan… (*)

Kategori :