Ekonom Inggris itu merekomendasikan bahwa pemerintah dapat mengurangi dampak resesi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara meningkatkan pengeluaran pemerintah (public spending) dan menurunkan pajak selama periode ekonomi lemah. Juga sebaliknya, menurunkan pengeluaran pemerintah dan menaikkan pajak saat perekonomian sedang kuat untuk mencegah naiknya inflasi.
Depresi Besar tahun 1929 mengakibatkan penurunan tajam dalam tingkat produksi, pengangguran massal, dan kesulitan ekonomi yang meluas di seluruh dunia. Pada masa itu, teori ekonomi yang ada belum mampu menjelaskan fenomena Depresi Besar 1920-an dan bagaimana cara mengatasi krisis itu.
Keynes melihat bahwa masalah pokok dalam Depresi Besar adalah minimnya permintaan agregat. Dengan banyaknya orang kehilangan pekerjaan dan pendapatan, konsumsi turun drastis. Akibatnya, terjadi penurunan kuantitas dalam produksi dan lapangan kerja.
Keynes berpendapat bahwa intervensi proaktif pemerintah sangat diperlukan untuk merangsang permintaan agregat dan mengembalikan perekonomian ke situasi normal. Adanya permintaan agregat yang tinggi akan mendorong tingkat produksi di sektor industri yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja sehingga menciptakan siklus ekonomi positif.
Pada fase ekonomi kuat, tingkat permintaan konsumsi barang dan jasa sangat kontributif karena dorongan daya beli yang juga kuat. (*)
*) Sukarijanto adalah pemerhati kebijakan publik dan peneliti Institute of Global Research for Economics, Entrepreneurship and Leadership.