Tongkat NU

Selasa 30-12-2025,07:19 WIB
Reporter : Arif Afandi
Editor : Yusuf Ridho

NU ternyata tetap NU. Meski gegeran selama dua bulan, ujungnya jadi gergeran. Dinamika elite NU yang sempat mengharu biru itu bisa selesai dengan islah. Berakhir bahagia. Berangkulan kembali dengan iringan salawat.

Sungguh khas resolusi konflik ala NU. Organisasi Islam terbesar di Indonesia yang sangat kuat akar kulturalnya. Mereka yang berharap agar NU pecah menjadi kecele. Kalau ada yang berniat adu domba, kali ini kembali menjadi proyek gagal.

Saya pun sempat deg-degan dengan konflik elite NU yang berkepanjangan itu. Sebab, melibatkan orang-orang yang saya kenal dekat. Lewat pertemanan panjang sebelum mereka menjadi tokoh utama di ormas Islam yang didirikan KH Hasyim Asy’ari itu.

BACA JUGA:Konflik PBNU Berakhir, Islah Tercapai di Lirboyo, Muktamar Ke-35 Bersama segera Digelar!

BACA JUGA:Kiai Mif vs Gus Yahya di Pusaran Konflik PBNU

Dua orang kunci dalam dinamika NU kali ini adalah Ketua Umum Yahya Cholil Staquf dan Sekretaris Jenderal Saifullah Yusuf. Melibatkan Rais Aam Syuriah PBNU KH Miftachul Akhyar. Pemicunya perbedaan pandang tentang tata kelola NU di tengah tarikan kekuatan eksternal.

Tadinya saya mengira Gus Yahya dan Gus Ipul hanya gojekan. Guyonan tingkat tinggi. Saling menguji kedigdayaan sebagai teman. Seperti gojekannya orang politik. Yang menguji kawannya seberapa kuat ia sebagai aktor. Seberapa tahan ia dalam menghadapi guncangan. 

Namun, ketika ada penumpang gelap yang menggiring ke arah pembunuhan karakter Gus Yahya, itu sudah kebablasan. Apalagi, tuduhannya menyangkut kesalahan tata kelola keuangan. Apalagi, diikuti dengan tindakan pemakzulan Gus Yahya dari ketua umum PBNU. 

BACA JUGA:PBNU dan Wajah Baru Santri

BACA JUGA:Nasib Lebah di PBNU

Saya yakin, mata batin kiai sepuh terusik oleh hal itu. Dengan demikian, ulama besar pimpinan pondok pesantren yang menjadi penyangga NU perlu turun tangan. Dengan menginisiasi pertemuan di Ponpes Ploso, Kediri; Ponpes Tebuireng, Jombang, dan Ponpes Lirboyo, Kediri. Dari tiga pertemuan itu, berakhir dengan islah. Damai.

Perjalanan menuju islah itu jelas menjadi ujian berat bagi Gus Yahya. Kalau bisa melampaui ujian tersebut, ia akan menjadi lebih besar. Kalau gagal, ia bisa habis masanya sebagai seorang tokoh. Kematangannya sebagai pemimpin NU menjadi teruji. Itu ujian yang tak hanya menguji kompetensi teknis. Namun, juga ujian batiniah. 

Karena itu, bisa dilihat betapa emosionalnya Gus Yahya di beberapa pertemuan islah. Mulai saat dipertemukan kali pertama dengan rais aam di Ponpes Lirboyo. Ia tampak menangis di kaki kiai sepuh. Demikian pula saat pembacaan salawat Nabi Muhammad dalam rapat harian PBNU di ponpes milik rais aam di Surabaya Minggu kemarin.

BACA JUGA:Tragedi Pemakzulan di PBNU saat Ini! Ketegangan Elite yang Merusak Marwah Organisasi Islam Terbesar

BACA JUGA:PBNU Gonjang-ganjing, Dekatkanlah Yang Jauh

Kategori :