Gaji Diributkan Buruh sampai Elite
Perinciannya, alokasi dana untuk MPR 2018 sebesar Rp 1,04 triliun. Namun, realisasinya Rp 899 miliar.
Anggaran 2019 sebesar Rp 958 miliar, realisasinya Rp 887 miliar. Anggaran 2020 Rp 800,5 miliar, realisasi Rp 702,4 miliar.
Anggaran 2021 Rp 777,3 miliar. Realisasi hingga akhir November 2021 baru Rp 750,9 miliar.
Maka, anggaran 2022 turun menjadi Rp 695,7 miliar. Atau turun sekitar 10 persen jika dibandingkan dengan 2021. Tapi, apakah anggaran itu bakal terserap? Buktinya, yang lalu-lalu tidak.
Lantas, mengapa Menkeu menurunkan anggaran MPR? Anak buah Sri Mulyani pun menjawab.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Kemenkeu, Rahayu Puspasari kepada wartawan mengatakan, pemotongan harus dilakukan. Negara fokus menangani Covid-19. Hal itu membuat pemerintah memangkas anggaran sejumlah kementerian dan lembaga (KL). Bukan cuma MPR. Kecuali, lembaga yang menangani pandemi.
Rahayu: "Sebagai upaya fokus pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, seluruh kementerian dan lembaga diminta melakukan refocusing."
Dari keterangan itu, kondisi penurunan anggaran MPR sangat mirip dengan kondisi buruh pabrik. Akibat pendemi korona, industri mengurangi produksi, akibat daya beli masyarakat merosot drastis. Dampaknya, bisnis lesu.
Dalam kondisi PHK buruh besar-besaran sepanjang tahun lalu dan tahun ini, buruh yang masih bekerja semestinya bersyukur, tidak dipecat.
Apalagi, pimpinan MPR paham, bahwa uang negara tersedot sangat besar mengatasi pandemi ekstra lama ini. Uang gaji yang mereka bawa pulang, kini berkurang dibanding dulu.
Jangan sampai pimpinan lembaga tertinggi negara bermental sama dengan buruh. Yang bersikukuh karena masalah kebutuhan pokok. Tidak sama, cuma mirip. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: