Skrining Kesehatan Ketat di GKI Diponegoro

Skrining Kesehatan Ketat di GKI Diponegoro

Surga dan Bumi Berjabat Tangan. Begitulah tema besar kebaktian malam Natal yang dihelat oleh Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro. Menghayati interaksi antara manusia dan Tuhan, serta rasa persaudaraan antar sesama.

TIGA tahun lalu, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro pernah jadi sasaran teror. Bom bunuh diri meledak di sana pada 13 Mei 2018. Bom bunuh diri.

Kali ini, gereja tersebut tak ingin kecolongan teror lagi: teror pandemi. Maka, segala upaya pun dikerahkan agar kebaktian malam Natal, 24 Desember, berjalan khusyuk dan damai.

Sejak siang, kendaraan lapis baja Branjangan milik TNI-AD terparkir di halaman depan GKI Diponegoro. Tiga personel organik kepolisian disiagakan, dibantu oleh Linmas, Satpol PP, dan lima personel TNI-AD.

Sejak pukul 13.00, patroli kepolisian terus bersiaga hingga pukul 22.00.

Protokol kesehatan juga ketat. Tiap jemaat yang masuk wajib memiliki aplikasi PeduliLindungi. Mereka pun harus cuci tangan di deretan wastafel yang telah disediakan.

“Kami berlakukan kuota 30 persen jemaat. Bagi yang ingin kebaktian secara langsung, bisa mendaftar dulu lewat website,” ujar Jefta Stephanus, ketua Majelis GKI Diponegoro.

Majelis gereja juga telah menyiapkan dua satgas khusus. Yakni satgas penindakan kedaruratan dan satgas registrasi. Satgas penindakan kedaruratan membantu keamanan. Sedangkan satgas registrasi membantu kelancaran registrasi jemaat yang akan mengikuti misa secara langsung.

Sebelum menuju ruang peribadatan terdapat loket-loket khusus. Fungsinya, agar jemaat yang telah mendaftar lewat website dapat masuk dengan melakukan scan barcode mereka dapatkan.

“Jika ada jemaat yang telah sepuh, misalnya, tak bisa mengakses website, kami sediakan loket offline. Jika kuota masih mencukupi, bisa masuk,” ujar pria 53 tahun itu. Jika tak mencukupi, akan disediakan beberapa kursi di samping ruang peribadatan. Tentu dengan batasan-batasan jarak.

Ibadah malam Natal yang digelar pada pukul 20.00 tersebut dipimpin oleh Pendeta Robert Setyo. Seluruh orang yang hadir memakai masker.

Lagu Gita Surga Bergema mengalun dalam balutan musik reggae. Para vokalis bernyanyi dengan diiringi alat musik keyboard, grand piano, bass dan drum.

Pendeta Robert menjabarkan tema besar ibadah Natal tahun ini: Surga dan Bumi Berjabat Tangan. “Tuhan sudah ulurkan tangan-Nya kepada kami, agar kami mengulurkan tangan satu sama lain. Menyatakan damai bagi orang lain,” ujarnya.

Maksud dari tema tersebut, selain berharap untuk menguatkan interaksi antara Tuhan dan manusia dalam bentuk ibadah, juga agar semua orang hidup dalam damai. Terlebih, masa pandemi menuntut semua pihak untuk bersatu-padu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: