Imlek dalam Sanubari

Imlek dalam Sanubari

Kesederhanaan ataupun bahkan secara ekstrem tidak ada perayaan, sebenarnya tidak menghapus makna dari sebuah momen istimewa. Juga perayaan Tahun Baru Imlek yang justru identik dengan kemeriahan selama 15 hari.

Semua tergantung dari kita masing-masing bagaimana memaknainya. Ketulusan, keihklasan dan penuh ucapan syukur dari dalam sanubari tidak bisa dibeli dengan hujan uang angpao sekalipun.

Sekali lagi bahwa tidak semua orang punya rezeki yang sama, tidak punya kesempatan yang sama, tidak punya standar kebahagiaan yang sama. Semuanya tidak bisa diukur hanya dari angka, tampak luar, segala sesuatu yang semu dan ambigu.

Menghargai sesuatu dengan kesederhanaan justru menampilkan kemewahan makna Imlek tersebut. Menegaskan bahwa semua bisa merayakannya. Dari belahan bumi utara, barat, timur hingga selatan. Untuk segala kalangan tanpa ada halangan.

Imlek memang sebaiknya tidak disempitkan maknanya dengan simbol maupun ritual apalagi dengan materi. Karena doa maupun harapan yang terpanjatkan jauh lebih dalam dan luas daripada itu semua.

Jika buah, angpao, baju baru, makanan mewah, permen dan kue tak tersedia. Hanya ucapan dan senyum yang tersisa, Imlek tetap istimewa.

Tidak ada keharusan merayakan dengan kemewahan. Tidak ada juga larangan merayakan dengan apa adanya. Karena semua itu adalah ekspresi setiap individu merayakan momen hari penting.

Jika semuanya hendak ditandai dengan merah dan meriah, tak apa. Pun tak apa jika dirayakan dengan sunyi dalam sanubari. Saling menghargai tanpa menghakimi adalah cara mulia untuk hidup sesama manusia.

Selamat Tahun Baru Imlek 2537. Gong xi fa cai! Ang pao na lai. (Heti Palestina Yunani/*)

Penulis: Wiriyadhika Gunaputra. Penulis, karyawan swasta, tinggal di Surabaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: