Balada Tembakau, Disukai Tapi Juga Dibenci
KEBUN TEMBAKAU ini adalah salah satu andalan komoditas pertanian di Indonesia.-Foto-foto : istimewa-
Data tahun 2019 yang dimiliki Kementerian Perindustrian mencatat, tenaga kerja yang terserap oleh sektor industri rokok sebanyak 5,98 juta orang. Pada tahun 2018, nilai ekspor rokok dan cerutu mencapai USD 931,6 juta atau meningkat 2,98 % dibanding tahun 2017 yang sebesar USD 904,7 juta. Sepanjang tahun 2018, penerimaan cukai rokok menembus angka Rp 153 triliun atau lebih tinggi, dibanding perolehan tahun 2017 yang sebesar Rp 147 triliun. Penerimaan cukai ini berkontribusi sebesar 95,8% terhadap cukai nasional. Cukai bertujuan meregulasi harga jual rokok. Diharapkan dengan harga jual tertentu yang dinilai cukup tinggi, dapat menurunkan konsumsi rokok. Tujuannya adalah menurunkan prevalensi penyakit terkait rokok. Namun harus dipahami, selain memberikan pemasukan, beban pemerintah akibat rokok dan tembakau semakin meningkat. Lebih banyak dampak merugikannya, dibandingkan besaran kontribusi cukai tembakau pada penerimaan negara. Kerugian ekonomi secara makro akibat penggunaan tembakau dinilai Kementerian Kesehatan menunjukkan tren yang meningkat. Diperkirakan kerugian ini mencapai tiga hingga empat kali lipat, dibanding penerimaan negara yang berasal dari cukai tembakau.
Aspek Kesehatan
Tidak diragukan lagi, penggunaan tembakau dalam berbagai bentuk dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan kesehatan. Sebenarnya hal ini telah lama diketahui. Namun anehnya bagi sebagian orang, khususnya kaum “penikmat tembakau” , persoalan ini dianggap sebagai angin lalu belaka. Asap tembakau mengandung lebih dari 70 bahan kimia (nikotin, tar dan komponen-komponen toksik lainnya). Bisa memicu timbulnya berbagai macam penyakit yang membahayakan jiwa. Penyakit-penyakit itu antara lain: penyakit kardiovaskular (jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah tepi, tekanan darah tinggi), penyakit pernapasan (penyakit paru obstruktif kronik /PPOK) dan komplikasi kehamilan (abortus spontan serta kelainan pertumbuhan dan perkembangan janin). Selain itu juga meningkatkan risiko beberapa jenis kanker (paru, tenggorok, bibir, mulut, lambung, pankreas dan kandung kemih). Akibat lain yang tidak kalah berbahayanya adalah meningkatnya risiko osteoporosis, katarak mata, menopause dini serta impotensi pada laki-laki. Pada masa pandemi ini, risiko kematian akibat Covid-19 pada perokok akan meningkat beberapa kali lipat.
Semoga penerapan Perwali Surabaya, dapat “menginspirasi” para perokok. “Tidak pernah ada kata terlambat untuk berhenti merokok” atau “berhentilah merokok sebelum rokok menghentikan hidupmu”. Jangan sampai apa yang dikatakan oleh George Bernard Shaw pada awal tulisan ini memang benar adanya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: