Dua Pengedar Sabu-Sabu Dituntut Mati

Dua Pengedar Sabu-Sabu Dituntut Mati

TERDAKWA Dwi Vibbi Mahendra dan Ikhsan Fatriana mengikuti sidang secara daring.-Michael Fredy Yacob-

SURABAYA, HARIAN DISWAY- Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya kembali memberikan tuntutan hukuman mati. Kali ini tuntutan diberikan kepada dua terdakwa pengedar narkotika jenis sabu-sabu. Mereka adalah Dwi Vibbi Mahendra dan terdakwa Ikhsan Fatriana.

Jaksa penuntut umum (JPU) Febrian Dirgantara-lah yang memberikan tuntutan maksimal tersebut. Pembacaan tuntutan dilakukan di Ruang Candra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa, 28 Juni 2022. Sidang itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Martin Ginting.

”Menuntut, menyatakan terdakwa satu dan dua terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dan pemufakatan jahat dalam jual beli narkotika. Menjatuhkan hukuman berupa pidana mati,” kata Febrian.

Para terdakwa dijerat dengan pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mendengar tuntutan itu, kedua terdakwa hanya diam dan menunduk. Tuntutan tersebut diberikan karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah dan merusak generasi bangsa.

Sementara itu, Martin Ginting memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menjawab tuntutan itu di persidangan pekan depan. Ia menyebutkan, jawaban para terdakwa bisa disampaikan secara tertulis melalui kuasa hukumnya, Adi Chrisianto, pada Selasa, 5 Juli 2022.

Apabila tak ada jawaban hingga waktu yang ditentukan, terdakwa dianggap tidak mengajukan pembelaan. Artinya, keduanya menyetujui tuntutan JPU. ”Tanggal 5 Juli 2022 tidak ada lagi penundaan dan kami catat,” kata hakim yang akrab disapa Ginting itu.

Sementara itu, Adi Chrisianto mengatakan bakal menjawab tuntutan dalam nota pembelaan alias pleidoi pekan depan. Ia mengaku sangat keberatan dengan tuntutan jaksa itu. Sebab, ia menilai kliennya adalah korban peredaran narkotika.

”Terbukti dari fakta persidangan ada ancaman dari gembong narkoba kepada keluarga dan mereka sendiri. Kami minta majelis hakim berlaku seadil-adilnya. Jelas semua, kami beranggapan klien kami sebagai korban peredaran gelap narkotika,” ucapnya.

Sebelumnya, dalam dakwaan dijelaskan, pada 14 Desember 2021, Joko (DPO) menghubungi terdakwa Dwi Vibbi Mahendra dengan tujuan memberi tahu bahwa besok ada pekerjaan mengirimkan narkotika. Selanjutnya, Vibbi berangkat ke Bandung.

Vibbi berangkat ke Bandung sendirian dengan menumpang kereta api. Setiba di Bandung, Vibbi menginap di hotel dekat Stasiun Bandung Kota.  Kemudian, Zoa-Zoa (DPO) menghubungi Vibbi dan menginfokan akan ada seseorang laki-laki yang datang menemui Vibbi untuk menemani.

Beberapa hari kemudian, terdakwa Ikhsan Fatriana datang menemui Vibbi di hotel. Setelah bertemu, keduanya mendapatkan perintah dari Zoa-Zoa ke Pekanbaru. Tapi, harus naik pesawat dari Jakarta. Kemudian, Vibbi Mahendra membeli dua tiket pesawat Jakarta–Pekanbaru.

Lalu, para terdakwa naik travel menuju Jakarta (Bandara Soekarno Hatta).  Setelah tiba di Bandara Soekarno Hatta dan naik pesawat menuju Pekanbaru, setiba di Pekanbaru, para terdakwa menginap di hotel.

Joko kembali menghubungi Ikhsan dan diminta untuk mengambil sabu-sabu. Keduanya pun menyetujuinya. Sesampai keduanya di lokasi, ada mobil Toyota Sienta warna silver dan para terdakwa langsung menuju ke mobil tersebut yang dalam keadaan tidak terkunci.

Di dalam mobil tersebut, terdapat dua koper warna biru dan merah yang berisi sabu-sabu. Lalu, pada Minggu, 9 Januari 2022, para terdakwa mendapatkan perintah lagi dari Joko (DPO) untuk berangkat ke Lampung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: