The Godfather Seniman Surabaya

The Godfather Seniman Surabaya

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

TELAH lahir kelompok baru. Namanya Seduluran Semanggi Suroboyo. Disebut juga tripel S alias SSS. Yang didirikan para tokoh seniman dan budayawan kota ini. Mereka juga lebih suka menyebutnya sebagai komunitas.

Kehadirannya menarik. Sebab, muncul di tengah konflik tak berkesudahan antarseniman di Surabaya. Antara Dewan Kesenian Surabaya (DKS) versi Chrisman Hadi dan DKS bikinan pemerintah kota.

Konon, keputusan pemkot membentuk DKS baru atau DKS perjuangan itu menuai gugatan hukum. Oleh siapa? Tentu oleh DKS yang dipimpin Chrisman Hadi. Yang menggugat Pemkot Surabaya ke PTUN. Tidak tahu sampai kapan masalah itu selesai.

Tanpa mengindahkan kondisi seniman Surabaya tersebut, tripel S langsung menggebrak. Membuat kegiatan budaya. Dengan mengumpulkan para tokoh: seniman dan budayawan Surabaya. Bisa juga disebut sebagai deklarasi komunitas baru.

”Ya, ini berawal dari keinginan teman-teman untuk membentuk kekerabatan seniman dan budayawan Surabaya. Yang ingin lebih mengedepankan karya tanpa ikut dalam konflik antarkelompok seniman,” kata Hengky Kurniadi, salah seorang penggagasnya.

Ada banyak tokoh yang terlibat dalam komunitas seni-budaya Seduluran Semanggi Suroboyo itu. Selain Hengky, ada Bambang Jon Sudjono, Toto Sonata, Noorca M. Massardi, Jil Kalaran, Hari Yong Condro, Edi Hazt, Amang Mawardi, Dindy, dan sejumlah nama lain.

Kegiatannya menggebrak. Dengan menggelar orasi budaya. Mendatangkan musisi, sutradara film, dan tokoh nasional Eros Djarot. Seniman yang pernah sukses menggawangi tabloid Detik. Yang oplahnya meledak dan berakhir diberedel Presiden Soeharto.

Eros cocok menjadi tonggak gebrakan bagi bangkitnya para seniman di Surabaya. Sebab, ia bukan sekadar seniman. Melainkan, juga tokoh pergerakan. Yang fatwa dan omongannya masih banyak didengar berbagai kalangan. Meski, ia belum sukses ketika berinisiatif mendirikan partai politik.

Siapa tahu ia bisa menggugah hati para seniman di Surabaya. Termasuk yang kini berebut kepemimpinan di DKS. Yang dalam dekade terakhir lebih berwarna sebagai organisasi bernuansa politis ketimbang organisasi orang-orang kreatif yang lihai dalam soal cipta karya dan karsa.

Hengky juga menyiratkan keprihatinan dan sejumlah seniman akan kondisi tersebut. Itu memicu lahirnya Komunitas Seniman Seduluran Semanggi Surabaya. Komunitas baru dari orang-orang lama yang tidak ingin ikut dalam pertikaian antarkelompok. Yang mendambakan seduluran ala Suroboyo.

Ia mengaku didatangi kawan-kawannya yang kebanyakan tokoh Bengkel Muda Surabaya. Satu kelompok teater yang dulu amat terkenal. Yang punya markas di Balai Pemuda kini Alun-Alun  Surabaya. Yang punya jejaring dengan seniman dari berbagai daerah.

Bengkel Muda bisa disebut salah satu penggerak kesenian di Surabaya. Selain Yayasan Seni Surabaya (YSS) yang pernah beberapa kali sukses menggelar Festival Seni Surabaya (FSS). Yayasan itu digerakkan (almarhum) Kadaruslan. Bengkel Muda digerakkan (almarhum) Bambang Sujiono.

Kedua orang itu menjadi penggerak kegiatan kesenian di Surabaya pada masanya. Keduanya menjadi semacam kepala suku para seniman. Tidak hanya menyatukan. Tapi, juga menggerakkan. Menginisiasi berbagai kegiatan kesenian dan ngopeni para seniman.

Karena itulah, saya melihat pentingnya kepala suku seniman. Seperti saya tulis di harian ini minggu lalu. Dengan memberikan contoh Prof Umar Kayam yang menjadi kepala suku seniman Yogyakarta pada masanya.

Kepala suku seniman itu perlu berperan sebagai The Godfather. Pimpinan mafioso yang mengatur segalanya. Tentu bukan seperti dalam dunia mafia. Melainkan, sosok yang dituakan dan bisa menjadi simpul dari berbagai kelompok.

Lantas, siapa sosok yang pantas menjadi The Godfather komunitas seniman di Surabaya? Saat ini Hengky Kurniadi bisa menjadi salah satu pilihan. Ia punya jaringan luas para seniman. Secara ekonomi sudah selesai dengan dirinya. Bahkan berlebih.

Ia mantan anggota DPR RI yang rendah hati. Tetap bergaul bukan menggauli, hehehe dengan para seniman meski menjadi wakil rakyat di pusat. Juga, menjadi jujukan sambatan para seniman jika ingin bikin kegiatan.

Selama ini, baik sebelum maupun sesudah menjadi anggota DPR RI yang hanya satu periode, ia juga sudah ngopeni para seniman. Sering mensponsori kegiatan kesenian, baik secara personal maupun korporasi. Hengky juga dikenal sebagai salah seorang pengusaha Surabaya.

”Ah, saya ini kan orang yang suka di belakang layar. Tak ingin tampil di depan. Saya akan terus men-support teman-teman seniman. Untuk terus bergerak dalam membangun kekerabatan para seniman,” katanya merendah.

Hengky barangkali enggan untuk dijadikan kepala suku seniman Surabaya. Tapi, barangkali sekarang layak tampil menjadi sosok baru yang menggerakkan seniman Surabaya. Atau setidaknya menjadi sosok pemersatu dari mereka yang bertikai.

Sungguh dibutuhkan The Godfather baru seniman Surabaya. Seseorang yang menggerakkan, menyatukan, dan ngopeni mereka. Tokoh yang dituakan agar para seniman tidak gegeran. Tokoh yang menginisiasi dunia kesenian Surabaya agar kembali hidup. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: