Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Film Dokumenter Dimulai di Surabaya (1)

Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Film Dokumenter Dimulai di Surabaya (1)

PROJECT DOKUMENTER Bob Schellens dimulai dari pendiri Mijn Roots Ana Maria di CitraLand Surabaya, 2 Agustus 2022.jpg-Miftahul Rozaq/Harian Disway-


Mijn Roots: Mencari Orang Tua Kandung Seri 1--

Ada 3.040 anak Indonesia yang diadopsi secara ilegal ke Belanda pada 1973–1983. Mereka mendirikan Stitching Mijn Roots atau Yayasan Akar Saya pada 2015. Salah seorang pendiri yayasan, yakni Ana Maria van Valen, menjadikan rumahnyi di EastWood CitraLand sebagai markas bagi para pencari ”akar”.

MUSIM kemarau di awal Agustus. Inilah waktu ”kembali ke sarang” bagi anak-anak adopsi yang bergabung dalam Stitching Mijn Roots. Mereka menjadikan libur musim panas di Eropa untuk memulai atau melanjutkan misi pencarian orang tua.

Pendiri Mijn Roots, Ana Maria, mengabarkan bahwa ada dua orang asal Belanda yang mampir ke rumahnyi di EastWood CitraLand. Mereka adalah Olvi Jasinta dan Bob Schellens.

Cuaca Surabaya begitu cerah bagi orang Surabaya, Selasa, 2 Agustus 2022. Namun, dua orang dari Belanda itu sepertinya bakal kegerahan. Mereka memang lahir di Indonesia, tetapi tak terbiasa dengan iklim tropis.

Suhu Surabaya pagi itu sudah 30 derajat Celsius. Makin siang makin panas. Kata BMKG, puncaknya 33 derajat Celsius.

Rombongan Harian Disway melintasi teduhnya payung trembesi di jalan utama CitraLand. Kami membawa serta para peserta Disway Internship Programme (DIP) Batch I. 

Ada videografer Abimanyu Ardiansyah dan fotografer Miftahul Rozaq. Keduanya dari Untag (Universitas 17 Agustus 1945) Surabaya. Juga, dua penulis perempuan, yakni Lady Khairunnisa Adiyani dari Universitas Airlangga (Unair) dan Luluk Farida dari UIN Sunan Ampel Surabaya.


BENDERA INDONESIA terpasang di teras rumah Ana Maria (tengah). Disamping kanan beridir Olvi Jasinta dan Bob Schellens sedangkan di sebelah kiri ada Lady dan Salman dari H.jpg-Miftahul Rozaq/Harian Disway-

Rumah Ana berada di ujung cluster EastWood CitraLand. Rumah dua lantai itu ditinggali bersama tiga anaknyi. 

Seorang perempuan berbaju daster batik cokelat duduk di teras rumah tanpa pagar itu. Sepertinya sedang cari angin agar tidak gerah.

Rambut panjangnyi yang cokelat dibiarkan terurai. Terdapat tato indah bergambar bunga dan dedaunan di lengan kiri.

Dari parasnya, dia tak terlihat seperti orang Jawa. Kulitnya putih, tinggi semampai. Hidungnya pun panjang dan mancung. 

Mata kami saling memandang. Dia terdiam sejenak, lalu masuk ke rumah. Tak lama kemudian, perempuan lain keluar. ”Halo! Silakan masuk,” sapa Ana Maria van Valen sambil melambaikan tangan.

Kalau Ana, dia sangat terlihat seperti perempuan Jawa. Namun, cara bicaranya tidak biasa karena memang masih belajar. Katanyi, banyak yang mengira dia bukan orang Indonesia, tetapi Thailand atau Filipina. 

Ana adalah perempuan yang paling berjasa bagi anak-anak adopsi di Belanda. Ana meninggalkan semua kariernya di dunia modeling, sinetron, hingga karier atletnya sebagai perenang. 

Ana menetap di Surabaya untuk menjadi jembatan bagi anak adopsi lain yang masih mencari orang tua. Dia lebih beruntung. Di usia 18 tahun, Ana berhasil menemukan orang tua kandung beserta keluarga besarnyi di Bogor.

Ana mendirikan Mijn Roots bersama Christine Verhaagen pada 2015. Setiap tahun anak-anak adopsi berkumpul di Belanda. Kekuatan mereka makin solid. Makin banyak yang bergabung untuk misi pencarian. 

Setelah kami dipersilakan masuk, tampak dua orang menunggu di depan ruang tamu. Perempuan yang duduk di teras tadi menyapa kami lebih dulu. ”Hi, my name is Olvi,” sapanya dengan ramah. 

Di sebelahnya, duduk seorang pria dengan rambut keriting yang juga melempar senyuman. Namanya Bob Schellens. Sepertinya ia keturunan Arab.  

Di ruang itu ada banyak sekali peralatan syuting. Kamera, lampu, tripod, hingga mikrofon sudah tertata rapi.

Ana mengatakan, Bob adalah seorang pembuat film dokumenter lepas. Ia baru saja mewawancarai Olvi. Akan ada banyak anak adopsi yang bakal ia wawancarai selama sebulan ke depan. Bob sedang membuat proyek tentang pencarian orang tua. Di dalamnya ia memasukkan kisah dari anak-anak adopsi lain.


NASIB SAMA sebagai anak adopsi Indonesia di Belanda menyatukan (dari kiri) Olvi Jasinta, Ana Maria, dan Bob Schellens. -Miftahul Rozaq/Harian Disway-

Sembari menyuguhkan minuman, Ana Maria menceritakan tentang yayasannyi. Dia memiliki inisiatif untuk mendirikan Yayasan Mijn Roots karena memiliki latar belakang yang sama sebagai anak adopsi Belanda yang pernah berusaha mencari orang tua kandung di Indonesia. 

Ana beruntung. Dia berhasil menemukan kedua orang tua kandungnyi pada 1990-an. Pengalamannyi dalam mencari orang tua kandung di Indonesia membuatnyi memiliki keinginan besar untuk bisa membantu anak-anak yang memiliki nasib yang sama dengannyi. 

Menurut data yang ada, tahun 1973–1983 adalah periode saat ribuan anak di Indonesia diadopsi warga negara (WN) Eropa. Paling banyak ke Belanda. 

Bob dan Olvi sama-sama anak adopsi. Namun, Olvi sudah menemukan orang tua dan keluarganyi di Manado.  Sebaliknya, Bob masih dalam misi pencarian orang tua di Surabaya.

Kami menawarkan bantuan. Tim Harian Disway bisa berpencar mencari alamat yang tertera di dokumen milik Bob saat lahir. Ada alamat ibunya: Herlina Zainuddin di Kapas Krampung Nomor 98. (Salman Muhiddin-Lady Khairunnisa Adiyani)

 

Momen Emosional, Bob di Kapas Krampung. Baca Besok! 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: