Becak Wisata dan Spot Mural Laris di Kya-Kya

Becak Wisata dan Spot Mural Laris di Kya-Kya

Grup Musik Kemuning ikut menghibur pengunjung Kya-Kya. -Praska Bramasta-Harian Disway-

Pun demikian dengan si pengayuh becak. Mereka mengenakan baju tradisional Tionghoa. Warnanya dipilih mencolok: kuning. Memakai ikat kepala merah.

Wisata becak itu memang cukup laris. Sekitar pukul 18.00 malam, tersisa dua becak yang masih mangkal. Sedangkan, lima becak lain sudah melayani pengunjung berkeliling. Rutenya mulai dari Jalan Slompretan - Jalan Coklat - Jalan karet - Jalan Panggung - Pasar Pabean - Jalan Songoyudan - berakhir lagi di Jalan Slompretan.

“Paling banyak anak-anak yang minta naik, orang tuanya jadi ikut,” ujar Muhammad Ziidi, salah seorang tukang wisata becak itu. Tak berselang lama, ia dan kawannya, Muhammad Said pun mendapat empat penumpang.

Satu becak untuk dua orang. Pas. Harian Disway membuntuti mereka. Hingga di Jalan Karet, mereka memberhentikan penumpang persis di depan Rumah Abu marga Han.

Ternyata, rumah abu di sisi paling utara itu dibuka. Padahal, dua rumah abu lain, yakni milik marga The dan Tjoa ditutup rapat-rapat. Para penumpang pun masuk ke Rumah Abu marga Han.

Di dalam sepi. Mereka sekeluarga berempat itu menjadi pengunjung pertama. Hanya ada dua petugas Satpol-PP yang sedang bertugas. Dan satu orang lagi bernama Suyono sebagai penjaga rumah abu itu.

Suyono diamanati tinggal di Rumah Abu marga Han sejak 1986. Kini, ia tinggal bersama satu istri dan tiga putranya. “Hari ini yang punya rumah mengizinkan dibuka sampai jam delapan aja, Mas,” katanya.

Desain rumah abu itu berarsitektur lawas. Langit-langit ruangnya tinggi. Pintu dan jendela pun sama-sama berukuran besar. Begitu juga dengan lantainya, masih orisinal ubin berukuran kecil dengan motif batik cokelat.

Di ruang utama, terdapat puluhan bingkai foto-foto kawasan kampung pecinan lama era 1880-an. Terpajang rapi di bilik khusus. Mirip ruang di pameran fotografi.

Di ruang tengah, penerangannya agak redup. Dindingnya penuh dengan bingkai foto-foto berukuran sebesar jendela. Sementara di ruang paling ujung adalah tempat sembahyang. 

Rumah ini sebetulnya luas dan panjang. Tapi, batas pengunjung hanya boleh sampai tempat sembahyang. Suyono pun tak tahu apakah Rumah Abu marga Han bakal dibuka kembali pada akhir pekan nanti. “Itu terserah yang punya. Tapi, kemarin sempat diomongi kalau dibuka hari ini saja,” tandasnya.


Rumah Abu keluarga Han yang berada di Jalan Karet. -Praska Bramasta-Harian Disway-

Tiga rumah abu di Jalan Karet itu memang sudah dicat ulang oleh pemkot. Namun, ternyata belum ada kepastian jua. Apakah bakal dibuka setiap Kya-Kya digelar pada akhir pekan atau tidak.

“Kami belum mengizinkan dibuka untuk umum,” kata Siegfried Tedja, perwakilan dari keluarga Rumah Abu The. Ia merasa keberatan dengan usul pemkot. Yakni pembukaan tiga rumah abu itu bakal dikenakan karcis bagi setiap pengunjung.

Sebab, membuka rumah abu untuk umum berarti harus menyediakan banyak fasilitas. Tentu itu akan memakan biaya yang tak murah. Belum lagi akan merepotkan orang yang menghuni di sana. “Kan kasihan keluarganya gak bisa istirahat,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: