Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Aku Maafkan, tapi Tidak Melupakan (72)

Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Aku Maafkan, tapi Tidak Melupakan (72)

Suyatmi memeluk ibunyi Damikem dan saudari perempuan Samirah pada 2005.-Dok Suyatmi-

Suyatmi de Vries akhirnya bertemu sang ibu kandung, Damikem, pada 2005 di Gorontalo. Saudaranyi datang menjemput ke Manado. Dalam perjalanan, ada banyak pertanyaan yang akan disampaikan ke sang ibu.

PERTEMUAN pertama dengan Damikem dipenuhi dengan tangisan. Sang buah hati yang hilang puluhan tahun akhirnya kembali ke pelukan.

Damikem merelakan dua anaknyi ke orang asing demi uang. Kondisi ekonominyi kala itu sangat susah. Sang suami meninggal dunia. Meninggalkan enam anak. 

Bisikan datang dari sang adik. ”Relakan saja dua anakmu. Mereka bisa hidup lebih layak di tangan orang lain.” 

Entah mengapa, Damikem mengiyakan. Namun, ia sempat menjemput anaknyi untuk membatalkan proses adopsi itu.


Suyatmi bertemu keluarga kandung di Indonesia 2005 silam.-Dok Suyatmi-

Damikem datang ke tempat penitipan anak. Tak ada yang tahu pasti di mana tempat itu berada. Bisa jadi di Jombang atau Pasuruan. Sumi dan Suyatmi yang masih berusia 6 dan 9 tahun tentu tak ingat. Mereka tak pernah keluar kampung halaman di Tasik Madu, Trenggalek.

Damikem ingin membatalkan proses adopsi anaknyi. Namun, perawat di tempat itu mengusirnyi. Nasi sudah menjadi bubur. Itulah hari terakhir dia menatap wajah anaknyi yang sedang ketakutan dan menangis histeris.

Setelah pelukan terlepas, Suyatmi mulai menanyakan kisah adopsinyi. Tentu dia dibantu penerjemah. ”My mother didn’t say alot (Ibuku tidak banyak bicara, Red),” kata Suyatmi saat wawancara pekan lalu.


Suyatmi duduk di pangkuan ayah angkatnyi di Belanda.-Dok Suyatmi-

Suyatmi menanyakan, mengapa dirinyi dan sang adik Sumi Kasiyo dipisahkan dari keluarga. Apa salah mereka? Sang ibu tetap terdiam.

She didn’t say anything. She was ashamed (Dia tidak bicara apa pun. Dia malu, Red),” lanjut Suyatmi. Dia menghormati sikap ibunyi itu.

Jika sang ibu tak mau menceritakan hal yang sebenarnya, ia tak akan bertanya lagi. Dia juga tak mau mendengarkan penjelasan berbelit dari orang yang tak mau jujur.

Suyatmi mencoba berdamai dengan situasi. Dia tak mau terlarut dengan masa lalu yang menyakitkan itu. 

Dia sudah memaafkan ibunyi. ”I forgive you, but I won’t forget it (Aku memaafkanmu, tapi aku tak akan melupakannya, Red),” lanjut Suyatmi.

Kalimat itu begitu kuat. Menunjukkan sikapnyi yang tegar. Dengan memaafkan, Suyatmi tak tenggelam dengan rasa marahnyi. Buang-buang waktu dan melelahkan.

Di sisi lain, dia tak mungkin melupakan kejadian itu. Sikap tersebut menunjukkan bahwa praktik adopsi ilegal ke Belanda itu adalah hal yang sangat salah. Tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun.

Suyatmi memang lebih kalem dan cepat menerima keadaan ketimbang adiknyi: Sumi Kasiyo. Itu sudah terlihat sejak kecil. Sumi memberontak saat ibu mereka datang menjemput di tempat penitipan anak. Sementara itu, Suyatmi hanya berdiri terdiam.

Dengan sikap itu, dia lebih bisa berdamai dengan situasi. Sangat berbeda dengan Sumi yang mengalami trauma begitu mendalam. Namun, dua saudari yang tak terpisahkan itu saling menguatkan dan melengkapi. Seperti yin dan yang.


Suyatmi bermain dengan kambing di Belanda.-Dok Suyatmi-

Kini Suyatmi fokus membesarkan anak-anaknyi. Dia menemukan sosok ibu pada diri sendiri setelah memiliki momongan. Kasih sayang yang dia berikan begitu besar. ”I love my children more than my own life (Aku menyayangi anak-anakku melebihi nyawaku sendiri, Red),” lanjut ibu dua anak itu.

Anak-anaknyi juga berhak tahu dari mana akar mereka. Karena itulah, Suyatmi tetap pergi ke Indonesia secara rutin.

Akhir tahun ini dia bakal terbang ke Gorontalo lagi untuk menemui keluarga kandungnyi. Juga, mengunjungi sang ibu. Bagaimanapun, dia tetap ibu kandungnyi. 

Dan yang terpenting adalah menjaga koneksi dengan ibu pertiwi: Indonesia. Terkadang yang dibutuhkan anak-anak adopsi di Belanda adalah pulang. (Salman Muhiddin)

 

Hari Pertama di Sekolah. BACA BESOK!

Sumber: