Catatan Perjalanan ke Tiongkok saat Pandemi (11-Habis): Drama Kepulangan

Catatan Perjalanan ke Tiongkok saat Pandemi (11-Habis):  Drama Kepulangan

Suasana penerbangan dari Fuzhou, Tiongkok ke Jakarta. Penumpang sudah tidak diwajibkan memakai masker. -Foto: Novi Basuki-Harian Disway-

Kereta cepat ini memang melaju dengan kecepatan rata-rata 300 km per jam. Tapi tetap saja saya merasa seperti proses birokrasi di negeri Konoha: lambat.

Apesnya lagi, antrean swab di Stasiun Fuzhou mengular. Bikin saya tambah gusar.

“Gimana kalau hasil swab-nya tidak keluar besok pagi?” tanya saya ke Mr Wang.

“Pasti keluar. Yang penting kamu tenang,” jawab Mr Wang.

Tapi, bagaimana saya bisa tenang? Nasib saya tergantung pada keluar/tidaknya hasil swab malam ini.


Yusuf Ramli juga melepas masker merayakan kemerdekaan setelah 14 hari di Tiongkok.-Foto: Novi Basuki-Harian Disway-

Saya segera pesan taksi. Ingin cepat-cepat sampai hotel di dekat bandara Fuzhou untuk menenangkan diri –meski sepanjang perjalanan yang ada hanya gundah di hati. 

Hingga tiba waktunya makan malam dan Mr Wang menunjukkan HP-nya, “Novi, kamu bisa pulang! Swab-mu negatif!”

Kami kompak bersorak. Melepas ketegangan dan kegetiran hidup selama 13 hari. Pak Amal tampak langsung muda kembali.

Pak Yusuf mengagendakan tiap tahun, di tanggal dan bulan yang sama, kami harus ke Tiongkok untuk reuni. Mengingat-ingat kenekatan dan kebodohan kami. Demi memperjuangkan “ikan sejuta umat” ini. (*)


Amal Ghozali bahagia bisa melepas masker di dalam pesawat.-Foto: Novi Basuki-Harian Disway-

 

Sumber: