Bermusik Pun Butuh Etika, Pentingnya Memahami Hak Kekayaan Intelektual

Bermusik Pun Butuh Etika, Pentingnya Memahami Hak Kekayaan Intelektual

Suasana diskusi Bermusikpun Butuh Etika yang digelar di Omah Sae, 5 Desember 2022.-Boy Slamet/Harian Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Musik dan lagu masuk ke Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Namun penciptanya terkadang tak mendapat apa-apa ketika karyanya dijiplak, atau dipakai tanpa izin.

Literasi tentang KHI masih begitu minim di Indonesia. Karena itulah Surabaya Entertainer Club menggelar sarasehan bertajuk “Bermusik pun Butuh Etika” di Omah Sae Surabaya, Senin, 5 Desember 2022.

Composer dan Arranger lagu Musafir Isfanhari mengatakan, ada empat hal yang membuat sebuah ciptaan bisa mirip bahkan mendekati sama. Yakni kesamaan ide, terilhami oleh ciptaan yang yang sudah lebih dahulu ada, unsur kesengajaan dan kesamaan progressive chord

Kadang kala sebuah karya terasa mirip tanpa disengaja. Karena itu ia menekankan agar semua pihak tidak asal tuduh.  “Karena begitu seorang komponis dicap menjiplak atau membajak, maka nama dan harga dirinya akan jatuh tak dihormati lagi. Istilahnya akan terjadi character assassination atau pembunuhan karakter,” ujarnya. 

Ada tirai tipis kesamaan ide saat membuat sebuah karya musik seperti pedang bermata dua. Bahkan hal ini telah terjadi sejak ratusan tahun lalu. 

Contohnya lagu Etude Carl Czerny, Komposer Austria pada 300 tahun lalu. 

Saat itu ia menciptakan sebuah instrumen di mana dua lagu pada tahun 1958 (Musisi Indonesia) dan 1970 (Musisi Amerika Serikat) diduga meniru ide pola melodi milik Czerny tersebut. 

“Mungkin keduanya sempat mempelajari etude Carl Czerny,” ucapnya. 

Lalu, bagaimana konteks hukum hak cipta lagu? 

Ini bagian Pejabat Fungsional Tertentu pada Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Kanwil Kemenkumkam Jatim Didik Prihantoro.


Perwakilan Kemenkumham Didik Prihantoro menerangkan aturan Hak Kekayaan Intelektual dalam bermusik.-Boy Slamet/Harian Disway-

“Hak cipta merupakan salah satu rangkaian perlindungan kekayaan intelektual yang paling banyak didaftarkan oleh kalangan pelaku seni dan akademisi,” ujarnya.

Sementara hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis setelah ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata atau tidak berbentuk ide. 

Nah, perlindungan selain hak cipta mulai dilindungi ketika didaftarkan. Namun hal ini berbeda dengan hak cipta. “Tanpa didaftarkan, ketika dipublish pertama kali, sebetulnya sudah termasuk perlindungan,” tambah Didik. 

Hak cipta didasarkan pada orisinalitas karya dan keahlian kreatif pencipta.

Ada dua hak eksklusif bagi pencipta dan pemegang hak cipta yang bisa dipegang perseorangan atau badan usaha: hak moral dan hak ekonomi. 

Hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta dan bersifat tidak dihapuskan meskipun penciptanya sudah meninggal. 

Hak moral melarang seseorang mengubah isi ciptaan, perubahan judul ciptaan, perubahan nama pencipta, dan perubahan ciptaan. 

Sedangkan hak ekonomi adalah  hak eksklusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. 

“Jika ditarik ke zaman sekarang di mana banyak platform digital, perlindungan lebih kompleks. Bagaimana perlindungan secara optimal? Pemegang hak cipta harus benar-benar melindungi penciptanya,” kata Didik. 

Karena itulah penting sekali mencantumkan sumber karya jika terjadi penggunaan, pengambilan, penggandaan dan atau pengubahan suatu ciptaan. 

Cover lagu diperbolehkan asal meminta izin tertulis ke pencipta atau ahli warisnya. Dengan begitu keuntungan atau adsense yang didapat juga dinikmati penciptanya. 

“Ini adalah poin paling penting. Yang paling banyak sekarang adalah pelanggaran hak moral. Pertunjukan seni kemudian menyanyikan lagu orang lain itu tidak disertai sumbernya. Itu merupakan pelanggaran hak moral,” kata Didik.  (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: