Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Mengangsur Perumahan YKP Dapat Surat Ijo (12)

Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Mengangsur Perumahan YKP Dapat Surat Ijo (12)

Kantor YKP Surabaya dipusatkan di Jalan Sedap Malam Surabaya.-Humas Pemkot Surabaya-

Pemkot Surabaya bersama TNI dan Polri menertibkan permukiman liar dan memberantas gelandangan secara besar-besaran pada 1966-1977. Saat pendatang mulai berkurang, pemkot mulai menata permukiman yang lebih layak. Program rumah sangat sederhana (RSS) digulirkan.

Perumahan murah muncul di wilayah luas yang belum dikembangkan. Pada umumnya tanah yang dipakai di luar tanah eks gemeente. Jadi, bukan di atas tanah negara. Sehingga bisa menjadi hak milik warga yang mengangsur setelah lunas. 

Pengembangnya adalah Yayasan Kas Pembangunan yang pengurusnya orang pemkot, perumnas, dan pengembang lain. Semenjak itu muncul permukiman baru di Gayungan, Wonocolo, Rungkut, Tandes, Manukan, Margomulyo, hingga Benowo. 

Sementara perumahan para pegawai pemkot dibangun di Kalidami, Ngagel Jaya, Ngagel Kebonsari, san sebagian di Barata Jaya.

Sementara YKP dan Perumnas membangun perumahan kelas menengah ke bawah. Yang luasnya di bawah 60 meter persegi, diatur secara berderet, serta jalan sempit. Biasanya di bawah 6 meter.

Misalnya model rumah D20 dan D36 di tanah 50 meter persegi di Tandes I (Manukan Kulon) seluas 83 hektare, serta perumahan Simomulyo I (Manukan Wetan) dengan luas 24 hektare. 

Ada 1.340 rumah murah di Simomulyo I. Semuanya disediakan untuk relokasi bangunan liar di bantaran sungai di Wonokromo, Ngagel, Keputran, Gubeng, Ketabang, Genteng, Peneleh, Alun-alun Contong, Nyamplungan, hingga Ujung (Perak). YKP yang membangun perumahan itu 

YKP juga membangun perumahan di Pucang Adi, Pucang Anom, Pucang Sewu, Kalidami, Ngagel Madya, Ngagel Jaya, Kalibokor, Bharata Jaya, Kutisari, hingga Jemur Wonosari. 

Umumnya warga beli dengan mengangsur. Misalnya Soebandi yang mengaku membeli rumahnya di Kutisari pada 1976. Ia harus menabung terlebih dahulu untuk uang muka. Sisanya diangsur Rp 7.150 selama 10 bulan. "Namun setelah lunas, Soebandi mendapatkan sertifikat Izin Pemakaian Tanah (IPT) bukan Hak Milik (HM)," tulis Sukaryanto dalam bukunya Reforma Agraria Setengah Hati. 

Baru pada 1980 YKP mulai mengikuti cara main pengembang lainnya. Tanah bisa jadi hak milik setelah cicilan lunas. Misalnya di Perumahan Rungkut YKP, Rungkut Asri YKP, Griya Mapan YKP, dan lokasi lainnya. 

Praktik kecurangan itu bisa terjadi karena kala itu warga belum banyak tahu aturan tanah. Mereka juga tak berani melawan di masa orde baru. (Salman Muhiddin)

Ada Juga Surat Putih, BACA BESOK!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: