Series Jejak Naga Utara Jawa (58) : Bertahan Hidup Lewat Nasi Jamblang
NASI JAMBLANG khas Cirebon yang disantap dengan lahap oleh Retna Christa, anggota tim ekspedisi Jejak Naga Utara Jawa.-Yulian Ibra-Harian Disway-
Ade Gustiana, wartawan Radar Cirebon (Disway National Network/DNN), memberi saran beberapa makanan yang bisa kami santap. Makanan khas Cirebon. Ada empal gentong, nasi lengko, hingga nasi jamblang. Semuanya—dalam kadar yang berbeda-beda—punya jejak akulturasi. Budaya Tionghoa dan budaya Cirebon. Pas!
Restoran yang kami datangi siang itu adalah Empal Gentong Haji Apud. Letaknya di Jalan Ir H. Juanda, Cirebon. Dan kebetulan, warung besar itu menjual empal gentong dan nasi lengko. Satu yang tidak ada di sana: nasi jamblang.
Maka, kami pun membeli nasi jamblang di luar restoran. Untung diperbolehkan…
Ketika nasi itu datang, kami terpikat dengan cara penyajiannya. Tidak pada piring putih mulus khas restoran. Piringnya rotan. Alasnya daun jati yang seratnya begitu kasar itu. Ada lagi lembaran daun jati yang menutup santapan itu agar tak terkena debu saat kami membawanya masuk ke restoran.
Apakah nasi jamblang memang menu dari buah jamblang, buah ungu yang kecil dan sepat itu? Yang di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal sebagai juwet itu?
Ternyata tidak. Jamblang ini merujuk pada nama kecamatan di Cirebon. Di situ memang dikenal sebagai pecinan, wilayah permukiman warga Tionghoa. Dan konon, dari wilayah itulah nasi jamblang berasal.
Sejatinya, nasi jamblang itu adalah nasi campur. Pada menu yang kami pesan hari itu, setangkup nasi didampingi aneka lauk. Mulai tumis tempe, tahu semur, kacang kedelai hitam, cumi hitam, plus sambal yang cabainya diiris kasar. Komplet.
Penggunaan unsur-unsur kedelai memang ditengarai ada pengaruh dari budaya Tionghoa. Itu ditulis oleh Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa-Silang Budaya yang terbit sekitar tiga dekade lalu. Bahwa pendatang dari Tiongkok juga membawa kedelai dari negerinya. Salah satu olahannya adalah tahu. Dalam bahasa Mandarin, makanan itu disebut duofu.
Dan tahu hadir dalam seporsi nasi jamblang yang kami santap siang itu.
Sedangkan lauk-pauk lainnya adalah khas Cirebon yang terletak di tepi Laut Jawa tersebut. Misalnya, cumi-cumi. Atau ikan lain yang bisa menjadi pengganti binatang bertinta hitam tersebut.
Tetapi, bukan itu saja yang menunjukkan akulturasi nasi jamblang. Sejarah menu itu juga tak lepas dari pengaruh warga Tionghoa.
SEPORSI NASI JAMBLANG dengan lauk komplet yang menjadi makan siang tim Jejak Naga Utara Jawa di Cirebon, 16 Januari 2023.-Yulian Ibra-Harian Disway-
Konon, nasi jamblang adalah makanan yang disedekahkan untuk para pekerja di Cirebon pada abad ke-19. Ketika itu, industri di Cirebon memang menggeliat. Belanda mendirikan sejumlah pabrik. Misalnya pabrik gula hingga pabrik spiritus.
Nah, ada seorang dermawan bernama Haji Abdulatif yang merasa kasihan melihat para pekerja itu kesulitan makan. Maka, ia dan istrinya memberikan makanan cuma-cuma untuk para buruh itu. Sang istri adalah perempuan Tionghoa bernama Tan Piauw Lun.
Nasi yang mereka bagikan sebenarnya sederhana. Hanya setangkup nasi yang disandingkan dengan beberapa lauk. Agar awet dan tidak cepat basi, nasi tersebut dibungkus dengan daun jati.
Betul juga. Daun jati membuat nasi tersebut menjadi beraroma khas. Nasi jadi terasa lebih punel. Yang lebih penting, ia bertahan lama. Tidak segera basi.
Kedermawanan itulah yang akhirnya menyebar dari mulut ke mulut. Makin banyak pekerja yang menikmati nasi jamblang tersebut. Ujungnya, makin banyak pula orang yang bisa membuat menu itu. Tanpa meninggalkan ciri khasnya: bungkus daun jati. Sampai kini.
Dan sekian banyak lauk, yang paling khas di nasi jamblang adalah cumi hitamnya. Itu biasa disebut dengan balakutak. Tentu, olahan cumi hitam ada di banyak tempat di Indonesia. Misalnya, cumi hitam khas Madura yang cenderung asin-pedas. Berbeda dengan bumbu balakutak yang cenderung manis gurih.
Tetapi, kehadiran cumi hitam pada nasi jamblang itu pasti terasa mewah ketika menu tersebut masih menjadi makanan sumbangan untuk para pekerja. Di versi aslinya, dulu, yang khas adalah ikan asin yang murah. Sehingga, para pekerja itu tidak menikmati nasi jamblang semewah versi restoran pada zaman ini.
Apa pun, nasi jamblang menjelma sebagai ikon kuliner Cirebon. Rasanya tak komplet jika mengunjungi kota pesisir itu tanpa mencicipi nasi jamblang. Seperti yang kami lakukan dalam ekspedisi ini… (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: