Koalisi Loncat

Koalisi Loncat

Ilustrasi koalisi loncat.-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Namun, akhir-akhir ini dukungan Jokowi makin menguat ke Prabowo. Apalagi, muncul ”polesan” survei yang menempatkan Prabowo di atas. Selama ini di nomor dua atau tiga.

Tantangan terbesar di koalisi besar itu akan muncul bila PDIP bergabung. Siapa yang akan jadi capres? 

Apa siap PDIP yang mempunyai kursi paling banyak di DPR mencapreskan Prabowo? Kalau PDIP memaksakan capresnya, apakah Prabowo dan anggota koalisi lain bersedia? Untuk itu, peluang PDIP masih fifty-fifty gabung koalisi besar. Sebab, PDIP sendiri sudah mengantongi tiket capres.

Artinya, bisa muncul dua paket atau tiga paket capres-cawapres.

Andaikan kalah dalam pilpres, PDIP sudah teruji di luar kabinet. Di era SBY, mereka 10 tahun tidak menginjak istana.

Kalau kubu Koalisi Perubahan kalah, Demokrat dan PKS bakal siap beroposisi. Mereka punya pengalaman sepuluh tahun di era Jokowi. Nasdem? Belum ada pengalaman di luar kabinet. Kalau melihat sikap politiknya yang berani mengambil risiko mencalonkan Anies, Surya Paloh dan kawan-kawan seharusnya berani mengambil sikap oposisi.

Kalau kubu koalisi besar yang kalah? Golkar dan PAN selama ini selalu merapat ke penguasa. Gerindra juga bergabung ke Jokowi setelah Prabowo kalah pilpres.

PAN, misalnya, bergabung di tengah jalan. Sempat beroposisi beberapa saat, di tengah jalan PAN loncat ke pemerintah. Sebab itulah, mereka baru dapat jatah menteri setelah Jokowi separuh jalan. Zulkifli Hasan pun dilantik sebagai menteri.

Golkar di era SBY juga punya catatan baru loncat setelah jagoannya kalah. Pada 2004, baik di putaran pertama maupun kedua, Golkar kalah. Merapat saat pembentukan kabinet.

Sementara itu, calon yang didukung PKB selalu menang. Karena itulah, mereka selalu kebagian menteri. Di era 2004, di putaran kedua mereka baru bergabung dengan SBY-JK yang menjadi pemenang.

Melihat track record tersebut, apakah partai yang kalah pilpres nanti siap beroposisi? 

Data sudah menunjukkan, ada partai yang menang ataupun kalah yang tetap merapat ke pemerintah. Menang kalah calonnya, tetap dapat jatah menteri. 

Melihat track record tersebut, apakah pemilih masih ribut mempersoalkan visi atau ideologi partai? Di akar rumput mati-matian membela partai, di tingkat elite berpikir bagi-bagi kekuasaan. (*)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: