Endang Titis Bodro Triwarsi, Rohaniwan Konghucu Bersuku Jawa (2) : Perempuan Jawa yang Dikagumi Umat Tri Dharma
Reporter:
Guruh Dimas Nugraha|
Editor:
Doan Widhiandono|
Senin 24-04-2023,14:40 WIB
Endang Titis Bodro Twirarsi berdialog dengan dua pengurus Kelenteng TITD Poo An Kiong, Blitar.-Julian Romadhon-Harian Disway-
Sebagai rohaniwan Konghucu, Xs Endang Titis Bodro Triwarsi memimpin puluhan umat dalam naungan Kelenteng Poo An Kiong, Blitar. Di mata mereka yang sebagian besar etnis Tionghoa, Titis adalah pemimpin yang mampu mengayomi, serta berwawasan luas.
ASAP dupa menebal di lantai dua ruko Jalan Mawar, Blitar. Patung-patung Dewa berjajar di kanan dan kiri. Di tengah-tengah adalah meja sajian yang penuh dengan buah-buahan, kertas kim cua, dan berbagai peranti lainnya.
Siang itu, 25 Januari 2023, umat Tri Dharma dari TITD Poo An Kiong, Blitar, menggelar ibadah sambut para Sien Bing. Momentum para suci turun ke dunia. Konon, beberapa hari menjelang Imlek, para suci naik ke kahyangan untuk melaporkan amal dan perbuatan manusia kepada Tuhan. Lantas setelah Imlek, mereka kembali lagi ke dunia.
Sien Bing disambut dan dirayakan oleh umat Tri Dharma, khususnya Konghucu, sebagai bagian dari pelaksanaan ajaran agama serta pelestarian tradisi leluhur. Dipimpin oleh rohaniwan Xs Endang Titis Bodro Triwarsi, para umat melangkah menuju altar Thian, altar utama yang terletak di sisi timur.
"Para suci turun, menyertai, membimbing dan menolong kami. Semoga dengan bimbingan, penyertaan Kongco Kong Tik Tjoen Ong, kami dapat melaksanakan tugas masing-masing, baik dalam keluarga, masyarakat, berbangsa, dan bernegara," ujar Titis dalam doa yang dibacakannya siang itu.
Sepanjang ibadah, sebagian besar doa diucapkan dalam Bahasa Indonesia. Hanya ada satu-dua doa tertentu yang masih menggunakan Bahasa Mandarin, seperti kidung pujian dan sebagainya. Sebab, ada beberapa doa atau kidung yang sulit dicari padanan terjemahannya. Sehingga beberapa doa dalam bahasa asli masih dipertahankan.
Nama Kongco Kong Tik Tjoen Ong, yang disebutkan dalam doa saat menghadap altar Thian, merupakan dewa yang mengayomi Kelenteng Poo An Kiong. Patungnya terletak di sisi barat.
Setelah bersembahyang di hadapan altar Thian, semua umat memberi hormat dan berdoa di hadapan altar tersebut. Kemudian menuju ke tiap patung dewa-dewi yang berjajar di kanan-kiri, berucap salam dan doa.
Ruko yang digunakan sebagai tempat ibadah tersebut bersifat sementara. Karena kelenteng mereka, TITD Poo An Kiong yang letaknya sekitar 300 meter dari tempat itu, terbakar habis pada 2021. "Ruko ini punya umat kami. Kebetulan belum digunakan. Jadi bisa kami manfaatkan untuk sementara," ujar Titis, usai ibadah.
Titis, seorang rohaniwan Konghucu perempuan dari Suku Jawa, begitu dihormati oleh para umat Tri Dharma. Kemampuan memimpin serta wawasannya luas. Apalagi dia merupakan rohaniwan satu-satunya di kelenteng tersebut. Titis yang Jawa, memimpin sebagian besar umatnya yang Tionghoa. Tak ada masalah sama sekali.
Kehadiran Titis sebagai rohaniwan Konghucu dari Suku Jawa, menegaskan bahwa agama tersebut bukan agama etnis. Tidak dianut oleh mereka yang beretnis Tionghoa saja. Melainkan agama universal. Dapat dianut oleh siapa saja.
Pratidina, misalnya, kepala pengurus TITD Poo An Kiong itu begitu mengagumi sosok Titis. "Wah, beliau itu memahami betul ajaran Konghucu. Tentu kami banyak belajar pada Bu Titis tentang agama. Kami yang Tionghoa ini tak pernah mempermasalahkan dia orang mana, dari suku apa, dan sebagainya," ungkap perempuan 70 tahun itu.
Endang Titis Bodro Triwarsi menunjukkan buah dan kue untuk persembahan di Kelenteng TITD Poo An Kiong, Blitar.-Julian Romadhon-Harian Disway-
Kemudian dia menunjuk Titis yang sedang bercengkerama dengan dua orang umat, sembari membawa piring berisi buah-buahan dan kue di tangannya. "Seperti ketika hendak menyerahkan buah-buahan dan kue dalam piring itu pada umat. Selalu, Bu Titis terlebih dulu menerangkan satu per satu maknanya. Ya begitu itu. Telaten, ngemong (mengayomi)," katanya.
"Selalu diingat-ingat ya. Saat menyantapnya, harus diiringi doa, sesuai makna simbol makanan-makanan ini," ujar Titis pada Ludjianto dan Tan Swan Kiang, dua pria yang duduk di samping kiri. Keduanya merupakan pengurus TITD Poo An Kiong.
Kemudian Titis mengambil kue tok. "Kue ini berwarna merah, bentuknya seperti wadah uang. Simbol rezeki, keberuntungan," terang rohaniwan asli Purworejo itu. Lalu dia menerangkan makna kue mangkok, yang berarti peningkatan rezeki. "Kue wajik simbol pengakuan eksistensi diri oleh masyarakat, apel lambang keselamatan dan jeruk artinya keharmonisan," tambahnya.
Maka ketika menyantapnya, seseorang sebaiknya berdoa terlebih dulu agar hidupnya penuh rezeki, beruntung, mendapat pengakuan baik dalam masyarakat maupun di tempat kerja, selalu selamat serta harmonis, baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. "Agama Konghucu banyak mengungkapkan simbol-simbol. Di balik simbol terselip doa dan harapan," terang ibu lima anak itu.
Seperti keberadaan Titis sebagai rohaniwan yang diakui atas kemampuan dan wawasannya. Karakter dan kepribadian itu didapat sejak dalam lingkungan keluarga di Purworejo. Dia dibesarkan dalam keluarga moderat. (Guruh Dimas Nugraha)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: